Dalam dunia pembelajaran Islam, khususnya di Indonesia, istilah "pegon" sering kali terdengar. Pegon, atau yang juga dikenal sebagai Javanese script atau Arab-Jawi, merupakan sistem penulisan bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan bahasa Nusantara lainnya menggunakan aksara Arab yang dimodifikasi. Salah satu elemen penting dalam pembelajaran pegon adalah pemahaman mendalam tentang huruf hijaiyah, yang merupakan dasar dari aksara Arab itu sendiri. Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai huruf hijaiyah pegon, mulai dari pengenalan, cara membaca, hingga pentingnya dalam pelestarian budaya dan ajaran Islam.
Huruf hijaiyah adalah abjad Arab yang terdiri dari 28 huruf. Setiap huruf memiliki bentuk dan bunyi yang khas. Ketika aksara Arab ini digunakan untuk menuliskan bahasa-bahasa daerah di Indonesia, ia mengalami adaptasi. Adaptasi ini mencakup penambahan beberapa titik di atas atau di bawah huruf Arab yang sudah ada, atau penggunaan huruf Arab tertentu untuk mewakili bunyi yang tidak ada dalam bahasa Arab asli. Sistem penulisan inilah yang kemudian kita kenal sebagai pegon.
Jadi, huruf hijaiyah pegon merujuk pada 28 huruf hijaiyah standar yang menjadi fondasi penulisan pegon, ditambah dengan modifikasi atau penggunaan spesifiknya dalam konteks bahasa Nusantara. Tanpa pemahaman huruf hijaiyah, seseorang tidak akan mampu membaca atau menulis pegon dengan baik.
Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam seluk-beluk pegon, penting untuk mengenal ke-28 huruf hijaiyah. Berikut adalah daftar huruf hijaiyah beserta pelafalannya (secara umum):
Seperti yang telah disinggung, pegon bukan sekadar menyalin aksara Arab. Ada penyesuaian yang dilakukan agar huruf hijaiyah dapat merepresentasikan bunyi dalam bahasa daerah. Beberapa modifikasi yang umum terjadi adalah:
Contohnya, dalam bahasa Jawa, huruf 'ng' sering dilambangkan dengan huruf hijaiyah 'ain' (ع) dengan tambahan titik atau modifikasi lain. Demikian pula, bunyi 'c' sering menggunakan huruf 'jim' (ج) dengan tiga titik di bawahnya, atau 'ca' (چ) yang memiliki tiga titik di atasnya.
Memahami huruf hijaiyah pegon memiliki signifikansi yang luar biasa, terutama di Indonesia. Beberapa alasannya adalah:
Mayoritas kitab-kitab klasik Islam (kitab kuning) yang menjadi rujukan penting di pesantren dan kajian keagamaan ditulis dalam aksara Arab. Di Indonesia, banyak dari kitab-kitab ini, ketika diterjemahkan atau disyarahi (diberi penjelasan) dalam bahasa daerah, menggunakan pegon. Dengan menguasai huruf hijaiyah pegon, seseorang dapat membaca dan memahami isi dari kitab-kitab tersebut secara langsung tanpa perantara terjemahan bahasa Indonesia yang mungkin kehilangan nuansa.
Pegon adalah warisan budaya yang kaya. Ia menunjukkan bagaimana masyarakat Nusantara mengadopsi dan mengadaptasi unsur luar (aksara Arab) untuk memperkaya ekspresi budaya mereka sendiri. Mempelajari pegon berarti turut melestarikan kekayaan linguistik dan sejarah yang telah diwariskan turun-temurun.
Bagi mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama tradisional (seperti pesantren), penguasaan pegon adalah sebuah keniscayaan. Sebagian besar materi pelajaran, mulai dari Fiqih, Tauhid, Tasawuf, hingga Tafsir, akan ditemui dalam format pegon. Kemampuan membaca pegon secara fasih akan sangat memperlancar proses belajar.
Proses mempelajari sistem penulisan yang berbeda dengan bahasa ibu dapat melatih otak untuk bekerja lebih keras dan fleksibel. Selain itu, memahami bagaimana sebuah bunyi dalam bahasa daerah diwakili oleh huruf Arab dapat memberikan wawasan baru tentang struktur dan kekhasan bahasa itu sendiri.
Untuk mulai membaca dan menulis pegon, berikut adalah beberapa tips yang bisa diterapkan:
Huruf hijaiyah pegon merupakan jembatan penting antara keilmuan Islam klasik dengan kekayaan bahasa dan budaya Nusantara. Menguasainya tidak hanya membuka pintu pemahaman terhadap kitab-kitab warisan ulama, tetapi juga merupakan bentuk kontribusi dalam melestarikan tradisi intelektual dan linguistik Indonesia. Dengan dedikasi dan latihan, siapa pun dapat mempelajari dan menguasai sistem penulisan yang unik dan bernilai ini.