Kredit dengan agunan sertifikat tanah merupakan salah satu solusi pembiayaan yang populer di Indonesia bagi mereka yang membutuhkan dana besar. Dengan menggunakan aset properti berupa tanah yang telah bersertifikat sebagai jaminan, peminjam seringkali dapat memperoleh plafon pinjaman yang lebih tinggi serta tenor pembayaran yang lebih fleksibel dibandingkan dengan kredit tanpa agunan (KTA). Proses ini mengikat aset fisik (tanah) secara hukum sebagai penjamin utama pelunasan utang kepada lembaga keuangan pemberi pinjaman.
Sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan legal tertinggi atas sebidang tanah. Bagi bank atau multifinance, sertifikat ini memberikan kepastian hukum yang kuat. Jika terjadi wanprestasi (gagal bayar), lembaga keuangan memiliki hak untuk mengeksekusi agunan tersebut melalui prosedur lelang sesuai hukum yang berlaku. Oleh karena itu, semakin jelas status hukum dan nilai pasar properti yang dijaminkan, semakin besar kemungkinan pengajuan kredit disetujui.
Meskipun memberikan keuntungan besar, proses verifikasi untuk kredit agunan sertifikat tanah cenderung lebih ketat dan memakan waktu lebih lama dibandingkan jenis kredit lainnya. Tahapan utamanya meliputi:
Menggunakan aset berharga seperti tanah sebagai jaminan memiliki risiko yang signifikan. Risiko utamanya adalah kehilangan kepemilikan properti jika Anda gagal memenuhi kewajiban pembayaran cicilan sesuai jadwal yang telah disepakati. Sebelum mengajukan, pastikan Anda memiliki arus kas yang stabil dan realistis dalam membayar cicilan bulanan. Jangan sampai kebutuhan dana jangka pendek membuat Anda kehilangan aset jangka panjang yang tak ternilai harganya.
Selain itu, perhatikan juga biaya-biaya lain yang muncul, seperti biaya provisi bank, biaya administrasi, biaya appraisal, dan yang terbesar adalah biaya Notaris/PPAT untuk pembuatan APHT. Biaya-biaya ini harus diperhitungkan dalam perhitungan total pengeluaran Anda. Membandingkan penawaran dari beberapa lembaga keuangan adalah langkah bijak untuk mendapatkan suku bunga dan biaya terendah.