Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah bukti kepemilikan tanah yang paling kuat di Indonesia. Secara umum, peralihan hak atas tanah harus didahului dengan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, terdapat kondisi-kondisi tertentu di mana seseorang dapat mengajukan permohonan sertifikasi tanah meskipun bukti kepemilikan awalnya bukan berupa AJB. Kondisi ini sering terjadi pada tanah warisan, perolehan karena hibah di bawah tangan, atau penguasaan fisik yang sudah berlangsung sangat lama.
Proses pembuatan sertifikat tanah tanpa AJB ini umumnya mengacu pada asas kepastian hukum dan pengakuan riwayat penguasaan tanah oleh negara, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya melalui prosedur konversi hak atau pendaftaran hak baru berdasarkan riwayat kepemilikan.
Ilustrasi proses legalisasi kepemilikan tanah.
Ada beberapa skenario utama di mana sertifikat tanah dapat diajukan tanpa melalui proses AJB formal di hadapan PPAT:
Prosedur ini memerlukan pembuktian kuat mengenai riwayat kepemilikan dan penguasaan fisik tanah. Berikut adalah tahapan umum yang harus dilalui:
Langkah pertama adalah mengumpulkan semua dokumen pendukung yang ada. Ini mungkin termasuk:
Setelah dokumen awal terkumpul, pemohon mengajukan permohonan pendaftaran hak baru atau konversi hak ke Kantor Pertanahan (Badan Pertanahan Nasional/BPN) setempat. Pemohon harus mengisi formulir permohonan dan melampirkan seluruh bukti pendukung.
Petugas BPN akan melakukan penelitian dan pengukuran fisik di lokasi tanah. Tahap ini sangat penting untuk memverifikasi kebenaran informasi yang diajukan. Setelah pengukuran selesai, akan dilakukan pengumuman di kantor desa/kelurahan dan kantor pertanahan selama jangka waktu tertentu (biasanya 60 hari). Pengumuman ini bertujuan memberikan kesempatan kepada pihak lain yang merasa keberatan untuk mengajukan sanggahan.
Jika tidak ada keberatan atau keberatan yang diajukan terbukti tidak kuat, Kepala Kantor Pertanahan akan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (misalnya Surat Keputusan Pemberian Hak Milik). Surat keputusan inilah yang menggantikan fungsi AJB dalam proses pendaftaran hak.
Setelah SK terbit dan telah ditetapkan, pemohon dapat melanjutkan ke tahap pencatatan dalam Buku Tanah dan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) fisik.
Pembuatan sertifikat tanah tanpa AJB sangat bergantung pada kekuatan pembuktian riwayat penguasaan fisik yang sah dan jujur. Pemerintah perlu memastikan bahwa tanah tersebut memang dikuasai oleh pemohon secara fisik, tanpa sengketa, dan memenuhi syarat jangka waktu penguasaan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keterlibatan aktif Kepala Desa/Lurah dan kesaksian masyarakat sangat vital untuk memvalidasi klaim tersebut.
Meskipun prosedur ini memungkinkan legalisasi aset yang belum bersertifikat, prosesnya seringkali lebih memakan waktu dibandingkan pembelian tanah yang sudah memiliki AJB matang karena memerlukan verifikasi lapangan dan masa pengumuman publik yang lebih ketat. Sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan Notaris/PPAT setempat atau petugas BPN sebelum memulai proses untuk memastikan kelengkapan persyaratan sesuai dengan kondisi spesifik tanah Anda.