Ilustrasi sederhana rangkaian bandeng.
Rangkaian bandeng adalah sebuah tradisi kuliner yang sangat populer, terutama di daerah pesisir Jawa, seperti Semarang dan sekitarnya. Secara harfiah, istilah ini merujuk pada metode pengolahan ikan bandeng (Chanos chanos) yang dibuat sedemikian rupa sehingga beberapa ekor ikan dihubungkan atau "dirangkai" menjadi satu kesatuan sebelum proses pengasapan atau pengolahan lebih lanjut. Tradisi ini bukan hanya tentang memasak ikan, tetapi juga merupakan bagian dari warisan budaya lokal yang menunjukkan kecerdikan masyarakat dalam mengolah hasil laut mereka.
Metode perangkaian ini bertujuan untuk efisiensi dan pemerataan panas saat proses pengasapan (smoking). Dengan merangkai beberapa ekor bandeng, pengrajin dapat mengasapkan lebih banyak ikan secara bersamaan, menghasilkan aroma khas yang menyelimuti seluruh bagian ikan. Ikan yang digunakan biasanya adalah ikan bandeng segar berukuran sedang hingga besar yang telah dibersihkan dan dibelah punggungnya, namun tanpa memisahkan kedua sisi badan ikan sepenuhnya. Tulang tengahnya akan dikeluarkan dengan hati-hati.
Pembuatan rangkaian bandeng adalah pekerjaan yang memerlukan ketelatenan tinggi. Setelah bandeng disiapkan—dibersihkan durinya—ikan-ikan tersebut kemudian diikat atau disambung menggunakan kawat atau tali khusus yang tahan panas. Ikatan ini harus cukup kuat untuk menahan bobot ikan selama proses pengasapan yang memakan waktu berjam-jam. Filosofi di balik rangkaian ini adalah kebersamaan dan kekayaan hasil laut yang dapat dinikmati bersama.
Setelah dirangkai, ikan-ikan ini akan melalui tahap pengasapan menggunakan kayu tertentu—seringkali kayu jati atau kayu keras lainnya—untuk menghasilkan asap yang kaya rasa. Proses pengasapan ini berfungsi ganda: mengawetkan ikan sekaligus memberikan cita rasa gurih dan smoky yang sangat khas. Hasil akhirnya adalah bandeng asap yang memiliki tekstur lebih padat, rasa lebih mendalam, dan daya simpan yang lebih lama dibandingkan bandeng segar biasa.
Meskipun merupakan tradisi lama, rangkaian bandeng tetap eksis dan bahkan beradaptasi di era modern. Saat ini, banyak produsen tidak hanya menjual bandeng asap mentah, tetapi juga mengolahnya lebih lanjut menjadi produk siap saji. Contoh populer adalah Bandeng Presto yang diasap, atau bandeng yang diolah menjadi abon bandeng. Kehadiran media sosial dan platform e-commerce juga membantu memperkenalkan kelezatan kuliner khas ini ke pasar yang lebih luas, melampaui batas geografis asalnya.
Inovasi juga terlihat pada bumbu marinasi sebelum pengasapan. Jika dahulu bumbu cenderung tradisional, kini produsen mencoba berbagai variasi rasa seperti pedas, manis gurih ala oriental, atau menggunakan rempah-rempah non-lokal untuk menarik selera konsumen muda. Namun, inti dari kelezatan rangkaian bandeng tetap terletak pada kualitas ikan segar dan proses pengasapan yang sempurna, yang menghasilkan daging bandeng yang kaya akan nutrisi Omega-3 dan protein.
Rangkaian bandeng bukan sekadar makanan; ia adalah narasi sejarah perikanan lokal yang disajikan di atas piring. Dari nelayan hingga ke meja makan, setiap rangkaian menceritakan dedikasi untuk mempertahankan warisan rasa yang unik di tengah gempuran kuliner cepat saji. Konsumen yang menghargai otentisitas dan proses tradisional akan selalu menemukan daya tarik yang kuat pada hidangan bandeng yang dirangkai dengan penuh cinta ini.