Mengupas Makna Surah An-Nasr Ayat 2: Puncak Kemenangan Risalah
Di dalam Al-Qur'an, terdapat surah-surah yang pendek namun memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Salah satunya adalah Surah An-Nasr, surah ke-110 dalam mushaf. Surah ini, meskipun hanya terdiri dari tiga ayat, merangkum sebuah era, menandai puncak dari sebuah perjuangan panjang, dan memberikan pelajaran abadi tentang hakikat kemenangan dan bagaimana seorang hamba harus menyikapinya. Fokus utama dari pembahasan ini adalah ayat kedua, sebuah kalimat yang melukiskan fenomena agung yang menjadi bukti nyata pertolongan Allah SWT.
Surah An-Nasr secara umum dikenal sebagai salah satu surah terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Banyak ulama tafsir, termasuk para sahabat terkemuka, memahami surah ini bukan hanya sebagai kabar gembira tentang kemenangan, tetapi juga sebagai isyarat halus bahwa tugas dan risalah kenabian telah mendekati akhir. Ia adalah penutup yang manis dari sebuah perjalanan dakwah yang penuh dengan pengorbanan, kesabaran, dan keteguhan iman selama lebih dari dua dekade.
Konteks Historis: Latar Belakang Penurunan Surah An-Nasr
Untuk memahami kedalaman makna Surah An-Nasr, khususnya ayat kedua, kita harus menyelami konteks sejarah penurunannya (Asbabun Nuzul). Mayoritas ahli tafsir mengaitkan surah ini dengan peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Kota Mekkah). Peristiwa ini bukanlah sekadar kemenangan militer, melainkan sebuah manifestasi puncak dari pertolongan Allah yang dijanjikan.
Selama tiga belas tahun di Mekkah, Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya mengalami persekusi, intimidasi, boikot, dan penyiksaan dari kaum kafir Quraisy. Mereka dipaksa hijrah ke Madinah untuk menyelamatkan akidah dan membangun komunitas baru. Bahkan setelah di Madinah, gangguan dari kaum Quraisy tidak berhenti. Terjadilah serangkaian peperangan seperti Perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Perjuangan ini adalah ujian berat bagi keimanan dan kesabaran.
Titik baliknya dimulai dengan Perjanjian Hudaibiyah. Meskipun secara kasat mata tampak merugikan kaum muslimin, Allah menyebutnya sebagai "kemenangan yang nyata" (Fathan Mubina) dalam Surah Al-Fath. Perjanjian ini memberikan jeda dari peperangan dan memungkinkan dakwah Islam menyebar lebih luas dan damai. Suku-suku Arab mulai melihat Islam dan kaum muslimin dari dekat, mengamati akhlak mereka, dan mendengar ajaran Al-Qur'an tanpa tekanan perang. Ini membuka jalan bagi banyak individu dan kelompok untuk menerima Islam.
Pelanggaran perjanjian oleh pihak Quraisy memberikan legitimasi bagi Nabi Muhammad SAW untuk memimpin pasukan besar menuju Mekkah. Namun, yang terjadi bukanlah pertumpahan darah yang dahsyat. Dengan pertolongan Allah, Mekkah dapat dibebaskan nyaris tanpa perlawanan. Momen paling monumental adalah ketika Rasulullah SAW, yang dulu diusir dari kota kelahirannya, memasukinya kembali dengan penuh ketawadhuan, kepala tertunduk di atas untanya, sebagai tanda syukur kepada Allah.
Di hadapan para pemuka Quraisy yang pernah menyiksanya dan membunuh para sahabatnya, beliau tidak menunjukkan dendam. Beliau bertanya, "Menurut kalian, apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?" Mereka menjawab, "Yang baik, wahai saudara yang mulia, putra dari saudara yang mulia." Maka, Rasulullah SAW bersabda, "Pergilah, kalian semua bebas." Sikap agung inilah yang meruntuhkan benteng kesombongan terakhir di hati banyak orang. Mereka menyaksikan secara langsung kebenaran ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW. Kemenangan moral dan spiritual ini jauh lebih besar daripada kemenangan militer.
Inilah konteks di mana kita harus membaca Surah An-Nasr. Ayat pertama, "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan," merujuk langsung pada peristiwa Fathu Makkah ini. Kemenangan ini adalah buah dari kesabaran dan pertolongan ilahi. Dan sebagai dampaknya, terjadilah apa yang digambarkan pada ayat kedua.
Teks, Terjemahan, dan Transliterasi Surah An-Nasr
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ
Iżā jā'a naṣrullāhi wal-fatḥ(u).
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ
Wa ra'aitan-nāsa yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā(n).
2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا
Fasabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfirh(u), innahū kāna tawwābā(n).
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.
Analisis Mendalam Surah An-Nasr Ayat 2
Mari kita bedah ayat kedua, yang menjadi inti dari pembahasan ini: وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ (Wa ra'aitan-nāsa yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā). Setiap kata dalam ayat ini membawa makna yang sangat signifikan.
Analisis Linguistik Kata per Kata:
-
وَرَأَيْتَ (Wa ra'ayta) - "Dan engkau melihat"
Kata kerja "ra'a" (melihat) di sini bukan sekadar pandangan biasa. Ini adalah sebuah penyaksian yang jelas, nyata, dan tidak terbantahkan. Penggunaan bentuk lampau (fi'il madhi) menegaskan bahwa peristiwa ini adalah sesuatu yang pasti terjadi dan disaksikan. Kata ganti "engkau" (-ta) ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai orang pertama yang menyaksikan buah dari dakwahnya. Namun, seruan ini juga berlaku bagi setiap mukmin yang menyaksikan kebesaran Allah. -
النَّاسَ (An-Nāsa) - "Manusia"
Penggunaan kata "An-Nās" (manusia) bersifat umum dan inklusif. Ini tidak merujuk pada satu atau dua orang, atau bahkan satu klan. Ini adalah gambaran tentang umat manusia dalam skala besar, khususnya masyarakat Arab pada masa itu yang terdiri dari berbagai suku dan kabilah. Setelah Fathu Makkah, otoritas spiritual dan politik Mekkah yang sebelumnya menjadi penghalang utama dakwah telah runtuh. Ini membuka pintu bagi seluruh Jazirah Arab untuk mempertimbangkan Islam tanpa rasa takut. -
يَدْخُلُوْنَ (Yadkhulūna) - "Mereka masuk"
Kata ini menggunakan bentuk kata kerja sekarang/akan datang (fi'il mudhari'), yang menunjukkan sebuah proses yang berkelanjutan. Ini mengisyaratkan bahwa masuknya manusia ke dalam Islam bukanlah peristiwa sesaat, melainkan sebuah gelombang yang terus datang. Mereka masuk secara aktif dan sukarela. Tidak ada unsur paksaan; mereka masuk karena kesadaran dan ketertarikan setelah melihat kebenaran Islam termanifestasi. -
فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ (Fī Dīnillāh) - "Ke dalam agama Allah"
Frasa ini sangat penting. Mereka tidak hanya masuk ke dalam sebuah kelompok sosial atau aliansi politik. Mereka masuk ke dalam "agama Allah". Kata "Dīn" dalam Islam mencakup seluruh aspek kehidupan: akidah (keyakinan), ibadah (ritual), muamalah (interaksi sosial), dan akhlak (moralitas). Ini adalah sebuah penyerahan diri total kepada sistem kehidupan yang diridhai Allah. Penyandaran kata "Dīn" kepada "Allah" (Dīnillāh) menegaskan kemurnian dan sumber ilahiah dari ajaran ini. -
أَفْوَاجًا (Afwājā) - "Berbondong-bondong"
Inilah kata kunci yang melukiskan skala dari fenomena ini. "Afwājā" adalah bentuk jamak dari "fauj", yang berarti rombongan besar, kelompok, atau delegasi. Kata ini memberikan kontras yang tajam dengan hari-hari awal dakwah di Mekkah. Dulu, orang masuk Islam secara sembunyi-sembunyi, satu per satu, dan sering kali harus menanggung risiko besar. Sekarang, setelah pertolongan Allah datang, mereka datang dalam kelompok-kelompok besar. Seluruh suku, dipimpin oleh para pemimpin mereka, datang kepada Nabi di Madinah untuk menyatakan keislaman mereka. Periode setelah Fathu Makkah bahkan dikenal sebagai 'Ām al-Wufūd (Tahun Delegasi) karena begitu banyaknya rombongan yang datang dari seluruh penjuru Arab.
"Ayat ini adalah potret sinematik yang luar biasa. Ia mengubah gambaran dari perjuangan individu menjadi sebuah gerakan massa yang tak terbendung, sebuah bukti visual bahwa janji Allah telah terpenuhi."
Tafsir Ayat 2 dari Para Mufasir Terkemuka
Para ulama tafsir telah memberikan penjelasan yang kaya mengenai ayat ini, masing-masing dengan penekanan yang unik namun saling melengkapi.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya secara tegas menghubungkan ayat ini dengan Fathu Makkah. Beliau menjelaskan bahwa sebelum pembebasan Mekkah, suku-suku Arab menahan diri untuk masuk Islam. Mereka beralasan, "Biarkan Muhammad dan kaumnya (Quraisy) menyelesaikan urusan mereka. Jika dia menang atas mereka, maka dia adalah nabi yang benar." Ketika Allah benar-benar memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya, suku-suku ini menyadari kebenaran tersebut dan berbondong-bondong masuk Islam. Dalam waktu kurang dari dua tahun setelah Fathu Makkah, seluruh Jazirah Arab telah berada di bawah naungan Islam.
Imam Al-Qurthubi menambahkan dimensi lain. Beliau menyoroti bahwa pemandangan manusia masuk Islam secara massal ini adalah salah satu tanda kenabian Muhammad SAW yang paling jelas. Ini adalah penggenapan dari janji-janji Allah sebelumnya. Kemenangan ini bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari skenario ilahi yang agung. Fenomena "afwājā" adalah bukti empiris bagi siapa pun yang meragukan kebenaran risalahnya.
Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi Zilalil Qur'an melihat ayat ini dari perspektif pergerakan dakwah. Beliau menggambarkan betapa pemandangan ini menjadi penyejuk hati dan puncak kebahagiaan bagi Rasulullah SAW dan para sahabat yang telah berjuang begitu lama. Setelah bertahun-tahun melihat penolakan, penyiksaan, dan permusuhan, kini mereka melihat hasil dari kesabaran mereka. Manusia yang dulu memusuhi, kini menjadi saudara seiman. Visi ini, menurut Sayyid Qutb, adalah ganjaran terbesar di dunia bagi para pejuang di jalan Allah.
Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah memberikan analisis kontemporer. Beliau menekankan aspek psikologis dan sosiologis. Kemenangan Mekkah yang damai dan disertai pengampunan massal oleh Nabi menunjukkan superioritas moral Islam. Akhlak mulia yang ditampilkan inilah yang menjadi daya tarik utama. Orang-orang tidak hanya tunduk pada kekuatan militer, tetapi hati mereka ditaklukkan oleh keagungan karakter dan kebenaran ajaran. Fenomena "afwājā" adalah bukti bahwa dakwah yang paling efektif adalah dakwah bil-hal (melalui perbuatan dan teladan), bukan hanya dakwah bil-lisan (melalui ucapan).
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyoroti kata "Dīnillāh". Beliau menekankan bahwa yang dimasuki oleh manusia bukanlah "agama Muhammad" atau "agama orang Arab", melainkan "Agama Allah". Ini menegaskan universalitas Islam. Kemenangan ini bukan untuk kepentingan pribadi Nabi atau sukunya, tetapi untuk menegakkan agama Allah di muka bumi. Ini mengajarkan bahwa setiap kemenangan dan keberhasilan dalam dakwah harus dikembalikan kepada Allah semata.
Implikasi dan Pelajaran Abadi dari Ayat Kedua
Surah An-Nasr ayat 2 bukan hanya catatan sejarah. Ia adalah sumber pelajaran yang tak lekang oleh waktu bagi umat Islam di setiap generasi.
1. Hakikat Kemenangan adalah Milik Allah
Ayat ini didahului oleh penyebutan "pertolongan Allah" (Nasrullāh). Ini adalah pengingat mendasar bahwa kemenangan sejati tidak pernah berasal dari kekuatan manusia, strategi, atau jumlah. Itu murni anugerah dari Allah. Fenomena manusia berbondong-bondong masuk Islam bukanlah hasil dari kampanye marketing atau paksaan, melainkan karena Allah membukakan hati mereka untuk menerima hidayah. Ini mengajarkan kerendahan hati yang total. Saat kita meraih sukses, sekecil apa pun, kita harus segera mengembalikannya kepada Sang Pemberi Sukses.
2. Buah dari Kesabaran dan Istiqamah
Pemandangan dalam ayat kedua tidak terjadi dalam semalam. Itu adalah hasil dari 23 tahun perjuangan yang konsisten. Ada fase penolakan, fase penderitaan, fase hijrah, dan fase pembangunan. Setiap fase dijalani dengan kesabaran dan keteguhan (istiqamah). Ayat ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap usaha, baik duniawi maupun ukhrawi, proses yang panjang dan penuh kesabaran pada akhirnya akan membuahkan hasil yang manis dengan izin Allah. Jangan pernah putus asa di tengah jalan, karena kita tidak pernah tahu kapan "pertolongan Allah" akan datang.
3. Kekuatan Dakwah Melalui Akhlak Mulia
Seperti yang disoroti oleh Quraish Shihab, faktor terbesar yang mendorong gelombang konversi massal ini adalah akhlak Nabi Muhammad SAW saat Fathu Makkah. Sifat pemaaf, rendah hati, dan tidak pendendam yang beliau tunjukkan meruntuhkan kebencian dan membuka pintu hati. Ini adalah pelajaran krusial bagi setiap Muslim, terutama para pendakwah. Keteladanan moral dan karakter yang baik sering kali jauh lebih persuasif daripada ribuan kata. Islam menyebar bukan dengan ujung pedang, tetapi dengan keindahan ajaran dan keluhuran budi pekerti pembawanya.
4. Tanda Selesainya Sebuah Misi
Bagi Nabi Muhammad SAW, ayat ini adalah penanda bahwa misi utamanya untuk menyampaikan risalah telah tuntas. Pesan telah sampai, bukti kebenaran telah terwujud, dan fondasi umat telah kokoh. Ibnu Abbas, sepupu Nabi yang dijuluki "penerjemah Al-Qur'an", memahami surah ini sebagai isyarat dekatnya ajal Rasulullah SAW. Logikanya sederhana: jika tujuan utama sudah tercapai, maka tugas di dunia telah selesai. Ini mengajarkan kita untuk selalu merefleksikan tujuan hidup kita. Ketika kita mencapai sebuah puncak, itu adalah waktu untuk introspeksi, bersyukur, dan mempersiapkan diri untuk kembali kepada-Nya.
Hubungan Ayat 2 dengan Ayat Lain dalam Surah
Keagungan Al-Qur'an terletak pada keterkaitan makna antar ayatnya. Ayat kedua Surah An-Nasr tidak dapat dipahami secara utuh tanpa melihat hubungannya dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
- Hubungan dengan Ayat 1 (Sebab-Akibat): Ayat 1 (pertolongan dan kemenangan) adalah sebab. Ayat 2 (manusia masuk Islam berbondong-bondong) adalah akibat. Ini adalah sebuah sunnatullah (hukum Allah) bahwa ketika kebenaran ditolong oleh Allah dan meraih kemenangan yang nyata, ia akan menjadi daya tarik yang kuat bagi hati manusia yang fitrahnya cenderung pada kebaikan. Kemenangan membuka jalan bagi hidayah untuk menyebar luas.
- Hubungan dengan Ayat 3 (Aksi-Reaksi): Ayat 1 dan 2 adalah aksi atau peristiwa yang terjadi. Ayat 3 ("maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya") adalah reaksi yang diperintahkan Allah. Ini adalah puncak pelajaran dari surah ini. Bagaimana seharusnya sikap seorang hamba ketika menyaksikan kemenangan besar dan keberhasilan dakwah? Bukan dengan euforia, pesta, atau kesombongan. Respon yang benar adalah:
- Tasbih (فَسَبِّحْ): Mensucikan Allah dari segala kekurangan dan dari anggapan bahwa kemenangan ini karena andil selain-Nya. Mengakui bahwa hanya Allah yang Maha Sempurna.
- Tahmid (بِحَمْدِ رَبِّكَ): Memuji Allah atas segala nikmat dan karunia-Nya, termasuk nikmat kemenangan dan hidayah.
- Istighfar (وَاسْتَغْفِرْهُ): Memohon ampunan. Ini mungkin terdengar aneh. Mengapa memohon ampun di saat menang? Para ulama menjelaskan, istighfar ini adalah bentuk puncak dari kerendahan hati. Kita memohon ampun atas segala kekurangan dalam perjuangan kita, atas niat yang mungkin pernah tercemar, atas kelalaian dalam bersyukur, dan sebagai pengakuan bahwa kita adalah hamba yang tidak pernah bisa menunaikan hak Allah secara sempurna.
Maka, rangkaian surah ini membentuk sebuah siklus yang sempurna: Pertolongan Allah -> Kemenangan -> Manusia menerima hidayah -> Respons hamba dengan tasbih, tahmid, dan istighfar. Siklus ini adalah pedoman bagi setiap Muslim dalam menyikapi nikmat keberhasilan.
Penutup: Pesan Harapan dan Peringatan
Surah An-Nasr ayat 2 adalah sebuah jendela ke salah satu momen paling gemilang dalam sejarah Islam. Ia melukiskan pemandangan yang menjadi impian setiap nabi dan rasul: melihat umat manusia berduyun-duyun menyambut panggilan menuju cahaya ilahi. Ini adalah ayat yang penuh dengan optimisme dan harapan, sebuah janji bahwa setelah setiap kesulitan, akan ada kemudahan dan kemenangan bagi mereka yang sabar dan teguh di jalan-Nya.
Bagi kita yang hidup berabad-abad setelahnya, ayat ini terus bergema. Ia mengingatkan bahwa barometer keberhasilan dakwah bukanlah angka, tetapi sejauh mana kita bisa menampilkan keindahan "Dīnillāh" melalui akhlak dan perbuatan kita. Ia mengajarkan bahwa setiap pencapaian, sekecil apa pun, adalah panggung untuk menunjukkan rasa syukur dan kerendahan hati, bukan untuk membusungkan dada.
Merenungi ayat "dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah" seharusnya memotivasi kita untuk menjadi bagian dari proses kebaikan ini. Menjadi agen yang membuat Islam terlihat menarik, damai, dan agung di mata orang lain, sehingga hati mereka terbuka untuk menyambut seruan abadi menuju kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. Dan ketika kita menyaksikan secercah kemenangan atau keberhasilan, kita tahu persis apa yang harus dilakukan: bertasbih, memuji, dan memohon ampunan-Nya, karena sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat.