Mengungkap Makna di Balik Urutan: Surat An Nasr Sesudah Surat Apa?

Ilustrasi Kemenangan dan Pertolongan Ilahi

alt="Ilustrasi abstrak yang menggambarkan cahaya kemenangan dan pertolongan (An-Nasr) yang bersinar di tengah kegelapan, melambangkan harapan dan keberhasilan."

Pertanyaan sederhana yang sering muncul di benak kaum muslimin, terutama bagi mereka yang sedang mendalami Al-Quran, adalah mengenai urutan surat di dalamnya. Salah satu pertanyaan yang cukup spesifik adalah, surat An Nasr sesudah surat apa? Jawaban singkat dan langsung untuk pertanyaan ini tentu mudah ditemukan. Namun, di balik urutan tersebut tersimpan lautan hikmah, pelajaran, dan konteks sejarah yang sangat mendalam. Artikel ini akan mengupas tuntas tidak hanya jawaban harfiahnya, tetapi juga menyelami makna filosofis dan teologis dari penempatan surat-surat dalam Mushaf Utsmani.

Al-Quran bukanlah sekadar kumpulan wahyu yang dibukukan secara acak. Setiap penempatan ayat dan surat memiliki tatanan yang ilahiah (tauqifi), yang diatur langsung oleh Allah SWT melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Memahami konteks ini membuka pintu wawasan baru tentang keagungan Al-Quran sebagai mukjizat yang utuh dan sempurna.

Jawaban Langsung: Urutan dalam Mushaf Utsmani

Secara lugas, dalam susunan Mushaf Utsmani yang kita gunakan saat ini, surat An Nasr sesudah surat Al-Kafirun dan sebelum surat Al-Lahab. Jadi, jawaban atas pertanyaan "surat an nasr sesudah surat apa?" adalah Surat Al-Lahab (juga dikenal sebagai Al-Masad).

Berikut adalah urutannya dalam juz 30 (Juz 'Amma):

Penting untuk membedakan antara dua jenis urutan dalam Al-Quran: Tartib Mushafi (urutan dalam mushaf) dan Tartib Nuzuli (urutan turunnya wahyu). Urutan yang kita lihat di atas adalah Tartib Mushafi, yang bersifat final dan ditetapkan oleh Rasulullah SAW atas petunjuk Jibril. Sementara itu, secara Tartib Nuzuli, Surat An-Nasr termasuk salah satu surat terakhir yang turun, bahkan ada yang berpendapat sebagai surat terakhir yang turun secara lengkap, yaitu di Mina pada saat Haji Wada' (haji perpisahan Nabi). Ini menunjukkan bahwa lokasinya di antara Al-Kafirun dan Al-Lahab bukanlah berdasarkan kronologi turunnya, melainkan berdasarkan hikmah ilahiah yang akan kita jelajahi lebih jauh.

Mendalami Kandungan Surat An-Nasr: Surat Kemenangan dan Perpisahan

Sebelum kita membahas hikmah di balik urutannya dengan Surat Al-Lahab, mari kita selami terlebih dahulu makna agung yang terkandung dalam Surat An-Nasr itu sendiri. Surat ini, meskipun sangat pendek (hanya terdiri dari 3 ayat), memiliki bobot makna yang luar biasa besar dalam sejarah Islam.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)

Artinya: "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. 1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, 2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, 3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."

Asbabun Nuzul: Peristiwa Fathu Makkah

Mayoritas ulama tafsir sepakat bahwa surat ini turun berkaitan erat dengan peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Mekkah). Selama bertahun-tahun, dakwah Rasulullah SAW di Mekkah dipenuhi dengan penolakan, intimidasi, dan penganiayaan. Puncaknya adalah hijrah ke Madinah. Namun, Allah menjanjikan kemenangan. Fathu Makkah adalah puncak dari perjuangan tersebut, di mana kaum muslimin berhasil memasuki kota Mekkah tanpa pertumpahan darah yang berarti.

Peristiwa ini menjadi titik balik yang monumental. Ka'bah, yang sebelumnya dipenuhi berhala, disucikan kembali. Kabilah-kabilah Arab yang sebelumnya ragu dan menunggu siapa yang akan menang antara Quraisy dan Muhammad SAW, akhirnya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa pertolongan Allah nyata adanya. Kemenangan ini bukanlah kemenangan militer semata, melainkan kemenangan ideologi, kemenangan tauhid atas kemusyrikan.

Tafsir Ayat demi Ayat

Ayat 1: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan)

Kata "Nasrullah" (نَصْرُ اللَّهِ) secara spesifik berarti pertolongan dari Allah. Penekanannya adalah bahwa kemenangan ini bukan murni karena kekuatan manusia, strategi militer, atau jumlah pasukan. Ini adalah campur tangan langsung dari Allah. Ini adalah pengingat bahwa segala keberhasilan berasal dari-Nya. Kata "Al-Fath" (الْفَتْحُ) berarti kemenangan atau penaklukan, yang secara historis merujuk pada Fathu Makkah. Ini adalah sebuah proklamasi bahwa janji Allah telah ditepati.

Ayat 2: وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah)

Ini adalah buah dari kemenangan tersebut. Sebelum Fathu Makkah, orang masuk Islam secara individu atau kelompok kecil, seringkali dengan sembunyi-sembunyi. Namun setelah itu, delegasi dari berbagai kabilah di seluruh Jazirah Arab datang kepada Nabi untuk menyatakan keislaman mereka. Kata "Afwajan" (أَفْوَاجًا) berarti berbondong-bondong, dalam rombongan besar. Ini adalah bukti nyata bahwa kebenaran Islam telah diterima secara luas setelah rintangan utamanya, yaitu kekuasaan Quraisy di Mekkah, runtuh.

Ayat 3: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat)

Inilah bagian yang paling mengejutkan dan penuh hikmah. Di puncak kemenangan, saat euforia biasanya melanda, perintah yang datang bukanlah untuk berpesta pora atau merayakan kekuasaan. Perintahnya justru bersifat spiritual dan introspektif:

An-Nasr sebagai Isyarat Dekatnya Wafat Rasulullah SAW

Di sinilah letak kedalaman makna Surat An-Nasr yang dipahami oleh para sahabat utama. Bagi banyak orang, surat ini adalah kabar gembira tentang kemenangan. Namun bagi sahabat seperti Ibnu Abbas dan Umar bin Khattab, surat ini adalah sebuah na'yu atau pemberitahuan tersirat bahwa tugas Rasulullah SAW di dunia telah paripurna. Misi beliau telah selesai.

Logikanya sederhana: jika tujuan utama telah tercapai (kemenangan Islam dan manusia berbondong-bondong memeluknya), maka tugas sang utusan pun telah berakhir. Perintah untuk memperbanyak tasbih, tahmid, dan istighfar adalah persiapan untuk kembali bertemu dengan Sang Pengutus, Allah SWT. Diriwayatkan bahwa setelah turunnya surat ini, Rasulullah SAW sangat sering membaca dalam rukuk dan sujudnya doa: "Subhanakallahumma Rabbana wa bihamdika, Allahummaghfirli" (Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku), sebagai pengamalan langsung dari ayat ketiga.

Pemahaman ini menunjukkan betapa dalamnya para sahabat dalam menafsirkan Al-Quran. Mereka tidak hanya melihat makna lahiriah, tetapi juga isyarat-isyarat halus yang terkandung di dalamnya.

Hikmah di Balik Urutan: Mengapa Surat Al-Lahab Sesudah Surat An-Nasr?

Kini kita kembali ke pertanyaan awal: mengapa setelah surat tentang kemenangan gemilang (An-Nasr), Al-Quran menempatkan surat tentang kehancuran dan azab (Al-Lahab)? Mengapa setelah narasi kesuksesan dakwah, muncul narasi kegagalan total seorang penentang dakwah? Jawabannya terletak pada kontras yang luar biasa, yang memberikan pelajaran abadi.

Penempatan surat An Nasr sesudah surat Al-Kafirun dan sebelum Al-Lahab seolah menyajikan tiga spektrum respons terhadap dakwah:

  1. Al-Kafirun: Pernyataan pemisahan (bara'ah) yang tegas antara tauhid dan syirik. Sebuah prinsip non-kompromi dalam akidah. "Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku." Ini adalah pondasi.
  2. An-Nasr: Hasil akhir bagi mereka yang berpegang teguh pada tauhid dan berjuang di jalan Allah. Hasilnya adalah pertolongan, kemenangan, dan diterimanya dakwah secara massal. Ini adalah janji kesuksesan.
  3. Al-Lahab: Akibat akhir bagi mereka yang tidak hanya menolak, tetapi secara aktif memusuhi, menghalangi, dan menyakiti pembawa risalah tauhid. Hasilnya adalah kehancuran, kerugian total, dan azab abadi. Ini adalah ancaman dan peringatan.

Kontras Antara Dua Nasib

Surat An-Nasr berbicara tentang pertolongan (Nasr). Surat Al-Lahab berbicara tentang kebinasaan (Tabbat). Keduanya disandingkan untuk menunjukkan dua jalan dan dua akhir yang sangat berbeda. Allah seakan-akan berfirman, "Lihatlah, inilah akhir dari perjuangan Rasul-Ku dan para pengikutnya: kemenangan dan kemuliaan. Dan lihatlah, inilah akhir dari penentang utama dakwah, paman Nabi sendiri, Abu Lahab: kehancuran di dunia dan akhirat."

Surat An-Nasr menampilkan gambaran manusia yang masuk (يَدْخُلُونَ) ke dalam agama Allah. Sebaliknya, Surat Al-Lahab menampilkan gambaran Abu Lahab yang akan masuk (سَيَصْلَىٰ) ke dalam api yang bergejolak. Sungguh sebuah perbandingan yang sangat kuat dan menggugah jiwa.

Pelajaran Tentang Keluarga dan Harta

Surat Al-Lahab dengan tegas menyatakan:

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

"Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan."

Abu Lahab adalah seorang bangsawan Quraisy, kaya raya, dan memiliki kedudukan. Namun, semua itu tidak berguna sedikit pun untuk menolongnya dari azab Allah. Bahkan istrinya, yang juga seorang bangsawan, ikut celaka bersamanya karena turut serta dalam memusuhi dakwah.

Hal ini menjadi kontras yang tajam dengan semangat Surat An-Nasr. Kemenangan dalam An-Nasr tidak diraih karena harta atau status, melainkan karena pertolongan Allah. Dengan menempatkan Al-Lahab setelah An-Nasr, Al-Quran menegaskan bahwa tolok ukur kesuksesan dan kegagalan sejati bukanlah materi atau keturunan, melainkan iman dan amal.

Kepastian Janji dan Ancaman Allah

An-Nasr adalah pemenuhan janji kemenangan. Al-Lahab adalah pemenuhan ancaman kebinasaan. Abu Lahab meninggal dalam keadaan hina beberapa saat setelah kekalahan Quraisy di Perang Badar, dan ia mati dalam kekafirannya, persis seperti yang telah "diramalkan" oleh Al-Quran. Penempatan kedua surat ini secara berdampingan memperkuat keyakinan bahwa janji dan ancaman Allah adalah pasti dan akan selalu terbukti.

Maka, ketika seorang mukmin membaca Surat An-Nasr dan merasakan kebahagiaan atas kemenangan Islam, ia langsung diingatkan dengan membaca Surat Al-Lahab tentang konsekuensi mengerikan bagi para penentang kebenaran. Ini menyeimbangkan antara harapan (raja') dan rasa takut (khauf), dua sayap yang harus dimiliki setiap muslim dalam perjalanannya menuju Allah.

Pelajaran Abadi dan Relevansi di Masa Kini

Urutan surat An Nasr sesudah surat Al-Kafirun dan sebelum Al-Lahab bukanlah sekadar arsip sejarah. Ia membawa pesan yang sangat relevan bagi kita hari ini.

Kesimpulan

Jadi, untuk menjawab pertanyaan pamungkas "surat an nasr sesudah surat apa?", jawabannya adalah Surat Al-Lahab. Namun, seperti yang telah kita urai, jawaban ini hanyalah gerbang pembuka menuju pemahaman yang jauh lebih luas. Urutan ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sebuah desain ilahiah yang cermat.

Ia menyandingkan narasi kemenangan dengan narasi kehancuran, nasib para pengikut kebenaran dengan nasib para penentangnya. Ia mengajarkan kita tentang kerendahan hati di puncak kejayaan dan mengingatkan kita akan kepastian balasan atas setiap perbuatan. Dengan merenungi hubungan antara Surat An-Nasr dan surat sesudahnya, kita tidak hanya belajar tentang sejarah, tetapi juga mendapatkan panduan moral dan spiritual yang tak lekang oleh waktu untuk menjalani kehidupan kita sebagai seorang hamba Allah.

🏠 Homepage