Tabarakallah: Gerbang Menuju Keberkahan Sejati
Kaligrafi Arab bertuliskan Tabarakallah.
Dalam riuhnya percakapan sehari-hari, di antara jutaan kata yang terucap, ada satu frasa singkat yang memiliki bobot spiritual luar biasa: Tabarakallah (تَبَارَكَ اللهُ). Frasa ini sering kita dengar dan ucapkan, mungkin saat melihat bayi yang lucu, pemandangan alam yang menakjubkan, atau pencapaian seorang sahabat. Namun, seberapa dalam kita memahami makna yang terkandung di dalamnya? Jauh melampaui sekadar pujian, "Tabarakallah" adalah sebuah pengakuan, doa, dan perisai yang menghubungkan lisan seorang hamba dengan keagungan Sang Pencipta.
Artikel ini akan mengajak Anda menyelami lautan makna "Tabarakallah", mengurai akar katanya, menjelajahi fondasinya dalam Al-Qur'an dan Sunnah, serta memahami aplikasinya yang begitu relevan dalam kehidupan modern. Ini bukan sekadar pembahasan linguistik, melainkan sebuah perjalanan untuk merevitalisasi ucapan kita agar setiap kata yang keluar menjadi sumber keberkahan, bukan hanya bagi yang mendengar, tetapi juga bagi diri kita sendiri.
Membongkar Makna dari Akar Kata: Barakah
Untuk memahami "Tabarakallah" secara utuh, kita harus kembali ke akarnya, yaitu kata barakah (بَرَكَة). Dalam bahasa Arab, akar kata B-R-K (ب-ر-ك) memiliki makna dasar 'ketetapan', 'keberlangsungan', dan 'pertambahan kebaikan'. Seekor unta yang baraka berarti ia menderum dan menetap di suatu tempat. Dari sini, makna barakah berkembang menjadi sesuatu yang lebih abstrak: kehadiran kebaikan ilahi yang konstan, langgeng, dan terus bertambah pada sesuatu.
Barakah bukanlah sekadar kuantitas. Sesuatu yang memiliki barakah tidak harus berjumlah banyak, tetapi nilai dan manfaatnya terasa melimpah. Gaji yang sedikit namun terasa cukup untuk segala kebutuhan adalah bentuk barakah. Waktu yang singkat namun bisa digunakan untuk menyelesaikan banyak pekerjaan produktif adalah barakah. Ilmu yang sedikit namun diamalkan dan membawa manfaat bagi orang lain adalah barakah. Jadi, barakah adalah kualitas, bukan kuantitas. Ia adalah nilai tambah spiritual yang Allah tanamkan pada ciptaan-Nya.
Transformasi Menjadi "Tabarakallah"
Kata "Tabarakallah" berasal dari wazan (pola kata) tafā'ala (تَفَاعَلَ), yaitu tabāraka (تَبَارَكَ). Dalam tata bahasa Arab, pola ini sering kali menunjukkan makna 'superlatif', 'intensitas', dan 'keagungan yang luar biasa'. Jadi, ketika kita mengubah baraka menjadi tabāraka, maknanya bergeser dari sekadar "memberkahi" menjadi sebuah pernyataan tentang sifat Allah yang Maha Memberi Berkah, yang sumber keberkahan-Nya tak terbatas dan agung.
Dengan demikian, terjemahan harfiah dari "Tabarakallah" adalah "Maha Suci Allah" atau "Maha Berkah Allah". Ini bukan permintaan berkah, melainkan sebuah pernyataan agung yang mengakui bahwa segala keindahan, kebaikan, dan kesempurnaan yang kita saksikan di dunia ini berasal dari satu sumber tunggal: Allah SWT, Dzat yang memiliki keberkahan tak terbatas. Ketika kita mengucapkan "Tabarakallah", kita seolah-olah berkata, "Keindahan yang saya lihat ini sungguh luar biasa, dan saya sadar bahwa sumber keindahan ini adalah Allah yang Maha Memberi Berkah."
Landasan "Tabarakallah" dalam Al-Qur'an dan Sunnah
Penggunaan frasa ini bukanlah inovasi budaya, melainkan berakar kuat pada wahyu ilahi. Al-Qur'an secara eksplisit menggunakan kata ini untuk menyifati keagungan Allah SWT.
Penyebutan dalam Al-Qur'an
Salah satu ayat yang paling terkenal dan menjadi dasar dari ucapan ini adalah ayat pertama dari Surah Al-Mulk:
تَبٰرَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْمُلْكُۖ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌۙ
"Maha Suci (Tabarak) Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Mulk: 1)
Ayat ini dibuka dengan "Tabarakalladzi", sebuah penegasan mutlak tentang keagungan dan kekuasaan Allah. Ia adalah Dzat yang di tangan-Nya tergenggam seluruh kerajaan langit dan bumi. Penggunaan kata "Tabarak" di sini menetapkan standar tertinggi tentang siapa pemilik sejati dari segala berkah. Semua yang kita lihat, miliki, dan kagumi hanyalah percikan kecil dari lautan keberkahan-Nya.
Ayat lain yang menggunakan kata serupa adalah dalam Surah Al-Furqan ayat 1:
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
"Maha Suci (Tabarak) Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam." (QS. Al-Furqan: 1)
Di sini, "Tabarak" dihubungkan dengan turunnya wahyu, Al-Qur'an. Ini menunjukkan bahwa keberkahan terbesar yang Allah berikan kepada umat manusia adalah petunjuk-Nya. Al-Qur'an adalah sumber barakah ilmu, hikmah, dan petunjuk yang tak akan pernah kering.
Peran "Tabarakallah" sebagai Perisai dari 'Ain
Dalam Sunnah Nabi Muhammad SAW, ucapan "Tabarakallah" memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai penangkal 'ain. 'Ain, atau yang sering disebut "penyakit mata" atau "evil eye", adalah sebuah konsep yang nyata dalam akidah Islam. Ia adalah dampak negatif yang timbul dari pandangan kagum atau iri seseorang terhadap orang lain, yang bisa menyebabkan mudarat bagi yang dipandang.
Rasulullah SAW bersabda, "'Ain itu benar-benar ada. Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh 'ain itu yang bisa." (HR. Muslim). Hadis ini menegaskan betapa berbahayanya dampak dari pandangan mata yang tidak disertai zikir kepada Allah.
Solusinya pun diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik, Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila salah seorang dari kalian melihat sesuatu yang menakjubkan pada saudaranya atau pada dirinya atau pada hartanya, maka doakanlah keberkahan untuknya (dengan mengucapkan Tabarakallah), karena sesungguhnya penyakit 'ain itu benar adanya."
Hadis ini memberikan kita sebuah mekanisme spiritual yang sangat kuat. Ketika kita melihat sesuatu yang indah—entah itu kecerdasan seorang anak, keindahan fisik seseorang, kesuksesan bisnis teman, atau bahkan kebun yang kita tanam sendiri—ada potensi munculnya rasa kagum yang berlebihan atau bahkan sedikit rasa iri. Jika pandangan ini tidak "dilapisi" dengan zikir, ia dapat mengirimkan energi negatif yang membahayakan. Dengan mengucapkan "Tabarakallah", kita secara sadar mengalihkan fokus pujian. Kita tidak memuji objeknya semata, melainkan memuji Sang Pencipta objek tersebut. Kita mengembalikan segala keagungan kepada Allah dan mendoakan agar Allah melimpahkan keberkahan-Nya pada apa yang kita lihat.
Aplikasi "Tabarakallah" dalam Kehidupan Sehari-hari
Memahami teori di balik "Tabarakallah" adalah satu hal, tetapi mengintegrasikannya ke dalam refleks lisan kita adalah sebuah latihan spiritual yang berkelanjutan. Berikut adalah beberapa skenario di mana ucapan ini menjadi sangat relevan dan kuat.
1. Ketika Melihat Anak-anak
Anak-anak adalah fitnah (ujian) sekaligus nikmat yang luar biasa. Kelucuan, kecerdasan, dan kesehatan mereka adalah hal yang paling sering mengundang kekaguman. Ketika Anda melihat anak Anda berhasil menghafal surat pendek, atau melihat bayi tetangga yang begitu menggemaskan, segera ucapkan "Masyaallah, Tabarakallah". Ucapan ini melindungi mereka dari 'ain yang mungkin timbul dari kekaguman Anda sendiri atau orang lain, sembari mendoakan agar keberkahan Allah senantiasa menyertai tumbuh kembang mereka.
2. Saat Mengapresiasi Pasangan atau Keluarga
Dalam kehidupan rumah tangga, seringkali kita lupa mengapresiasi hal-hal kecil. Mungkin istri Anda memasak hidangan yang sangat lezat, atau suami Anda berhasil memperbaiki sesuatu di rumah. Alih-alih hanya berkata "Enak" atau "Terima kasih", tambahkan "Tabarakallah". "Masakanmu enak sekali, Tabarakallah." Ini tidak hanya menjadi pujian, tetapi juga doa agar keahlian dan kebaikan pasangan Anda diberkahi oleh Allah.
3. Menyaksikan Kesuksesan Orang Lain
Di era media sosial, kita terus-menerus disuguhi pemandangan kesuksesan orang lain: teman yang baru membeli rumah, kolega yang mendapat promosi, atau kerabat yang membuka bisnis baru. Hati manusia rentan terhadap rasa iri dan dengki. Mengucapkan "Tabarakallah" saat melihat pencapaian mereka adalah obat penawar yang mujarab. Ucapan ini membersihkan hati kita dari penyakit iri, mengubahnya menjadi doa. Kita mengakui bahwa kesuksesan mereka adalah atas izin Allah, dan kita mendoakan agar keberkahan senantiasa menyertai mereka. Ini adalah cara untuk ikut berbahagia secara tulus.
4. Ketika Mengagumi Alam Ciptaan Allah
Saat Anda berdiri di puncak gunung dan menyaksikan matahari terbit, atau saat berjalan di tepi pantai dengan deburan ombak yang menenangkan, hati mana yang tidak bergetar? Momen-momen seperti ini adalah waktu yang paling tepat untuk merenung dan berzikir. Ucapkan "Subhanallah, Tabarakallah". Anda memuji kesempurnaan ciptaan-Nya dan mengakui keagungan Sang Pencipta yang Maha Memberi Berkah. Ini mengubah pengalaman wisata menjadi ibadah.
5. Saat Bercermin dan Mensyukuri Diri Sendiri
Terkadang, 'ain bisa datang dari diri kita sendiri. Rasa kagum yang berlebihan terhadap fisik, kemampuan, atau harta yang kita miliki bisa menjerumuskan pada kesombongan (ujub). Saat Anda bercermin dan merasa puas dengan penampilan Anda, atau saat Anda berhasil menyelesaikan sebuah proyek besar, jangan lupa untuk berkata pada diri sendiri, "Alhamdulillah, Tabarakallah". Ini adalah pengingat bahwa semua yang ada pada diri kita—kesehatan, kecerdasan, kekuatan—adalah murni pemberian dari Allah. Kita mendoakan agar nikmat tersebut diberkahi dan tidak menjadi sumber kebinasaan bagi kita.
Dimensi Psikologis dan Spiritual dari Ucapan "Tabarakallah"
Membiasakan lisan dengan zikir ini membawa dampak transformatif yang mendalam, tidak hanya secara spiritual tetapi juga psikologis.
1. Menumbuhkan Kerendahan Hati (Tawadhu)
Setiap kali kita mengucapkan "Tabarakallah", kita sedang melatih diri untuk melihat melampaui ciptaan dan menuju Sang Pencipta. Kita secara aktif mengakui bahwa tidak ada kekuatan atau keindahan yang hakiki kecuali yang bersumber dari Allah. Latihan ini secara perlahan mengikis ego dan kesombongan. Kita menjadi lebih sadar bahwa segala talenta, kekayaan, dan keindahan yang kita miliki atau lihat pada orang lain hanyalah titipan. Kesadaran ini adalah inti dari kerendahan hati.
2. Memupuk Rasa Syukur (Syukur)
"Tabarakallah" adalah ekspresi syukur tingkat lanjut. Ia tidak hanya berarti "terima kasih, ya Allah", tetapi juga "Maha Agung Engkau, ya Allah, yang telah memberikan nikmat seindah ini". Ia adalah bentuk syukur yang disertai dengan pengagungan. Dengan membiasakannya, kita melatih otak kita untuk selalu mencari dan mengakui sumber nikmat, bukan hanya menikmati nikmatnya saja. Ini akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih positif dan bersyukur dalam menghadapi segala situasi.
3. Membersihkan Hati dari Iri dan Dengki (Hasad)
Iri hati adalah racun yang membakar amal kebaikan. Ia muncul saat kita melihat kelebihan orang lain dan berharap nikmat tersebut hilang darinya. "Tabarakallah" adalah penawar langsung untuk penyakit ini. Ketika rasa iri mulai merayap di hati saat melihat kesuksesan orang lain, paksa lisan untuk mengucapkan "Tabarakallah". Secara ajaib, ucapan ini akan mengubah energi negatif iri menjadi doa positif untuk keberkahan. Anda tidak lagi berharap nikmat itu hilang, tetapi Anda mendoakan agar nikmat itu diberkahi. Ini adalah sebuah operasi spiritual untuk membersihkan hati.
4. Memperkuat Ikatan Persaudaraan (Ukhuwah)
Bayangkan betapa indahnya hubungan antar sesama Muslim jika setiap pujian diiringi dengan doa keberkahan. Ketika Anda memuji teman dengan ucapan "Tabarakallah", ia tidak hanya merasa dihargai, tetapi juga didoakan. Ini menciptakan atmosfer saling mendukung dan mendoakan, bukan saling bersaing dan menjatuhkan. Ucapan ini menjadi perekat ukhuwah Islamiyah, membangun komunitas yang sehat secara spiritual dan sosial.
Membedakan "Tabarakallah" dengan "Masyaallah"
Dalam praktik sehari-hari, sering terjadi kebingungan antara penggunaan "Tabarakallah" dan "Masyaallah". Keduanya adalah kalimat thayyibah yang agung, namun memiliki penekanan makna yang sedikit berbeda, meskipun seringkali digunakan bersamaan.
Masyaallah (مَا شَاءَ اللهُ)
Secara harfiah, "Masyaallah" berarti "Apa yang Allah kehendaki (telah terjadi)". Ucapan ini lebih menekankan pada pengakuan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak dan kuasa Allah. Biasanya, "Masyaallah" diucapkan untuk mengungkapkan ketakjuban atas sesuatu yang sudah terjadi atau ada di depan mata, sebagai bentuk pengakuan bahwa itu semua adalah ciptaan dan takdir Allah.
- Fokus: Pengakuan atas kehendak (masyi'ah) dan kuasa (qudrah) Allah.
- Konteks: Ekspresi ketakjuban umum terhadap suatu peristiwa atau ciptaan. Misalnya, melihat bangunan megah, Anda berkata, "Masyaallah, indah sekali."
Tabarakallah (تَبَارَكَ اللهُ)
"Tabarakallah" berarti "Maha Berkah Allah". Ucapan ini lebih fokus pada pujian terhadap Dzat Allah sebagai sumber dari segala keberkahan yang ada pada ciptaan-Nya. Seperti yang telah dibahas, ucapan ini memiliki fungsi spesifik untuk mendoakan keberkahan dan melindungi dari 'ain.
- Fokus: Pujian kepada Allah sebagai sumber keberkahan (barakah) dan doa agar berkah itu dilimpahkan.
- Konteks: Terutama saat melihat sesuatu yang indah atau menakjubkan pada makhluk hidup (manusia, hewan) atau harta benda, dengan tujuan mendoakan keberkahan dan mencegah 'ain.
Sinergi Terbaik: "Masyaallah, Tabarakallah"
Para ulama sering menganjurkan untuk menggabungkan keduanya menjadi "Masyaallah, Tabarakallah". Kombinasi ini sangat indah dan lengkap. Dengan "Masyaallah", kita mengakui bahwa keindahan ini terjadi atas kehendak Allah. Kemudian, dengan "Tabarakallah", kita memuji Allah sebagai sumber keberkahannya dan berdoa agar keberkahan itu dilimpahkan serta dijaga. Ini adalah bentuk zikir dan doa yang paling sempurna dalam konteks mengagumi sesuatu.
Contoh: Saat melihat seorang hafidz cilik melantunkan Al-Qur'an dengan merdu, ucapan "Masyaallah, Tabarakallah" mengandung makna: "Sungguh ini terjadi atas kehendak Allah (Masyaallah), dan semoga Allah yang Maha Memberi Berkah senantiasa melimpahkan keberkahan-Nya pada anak ini dan ilmunya (Tabarakallah)."
Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Kata
"Tabarakallah" adalah frasa yang singkat namun sarat makna. Ia adalah jembatan yang menghubungkan kekaguman kita terhadap ciptaan dengan pengagungan kepada Sang Pencipta. Ia adalah perisai yang melindungi diri kita dan orang lain dari dampak buruk pandangan mata. Ia adalah obat yang membersihkan hati dari penyakit iri dan dengki. Dan yang terpenting, ia adalah pintu gerbang untuk mengundang barakah—nilai tambah ilahi—ke dalam setiap aspek kehidupan kita.
Marilah kita melatih lisan kita untuk tidak hanya memuji makhluk, tetapi selalu menyandarkan pujian itu kepada Al-Khaliq. Jadikan "Tabarakallah" sebagai respons otomatis kita terhadap setiap keindahan yang kita saksikan. Dengan demikian, setiap pandangan kita menjadi ibadah, setiap pujian kita menjadi doa, dan setiap interaksi kita menjadi sumber keberkahan. Karena pada hakikatnya, tidak ada kebaikan, keindahan, atau kesempurnaan di alam semesta ini, kecuali ia adalah cerminan dari Dzat yang Maha Memberi Berkah, Allah SWT. Tabarakallahu Ahsanul Khalikin—Maha Berkah Allah, Pencipta yang Terbaik.