Membedah Makna dan Penulisan Alhamdulillah dalam Bahasa Arab

ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ Kaligrafi Arab Alhamdulillah Kaligrafi Arab Alhamdulillah (ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ) yang berarti Segala Puji Bagi Allah.

Sebuah ungkapan sederhana dengan kedalaman makna tak terhingga.

Dalam samudra bahasa dan budaya di seluruh dunia, ada beberapa frasa yang melampaui sekadar susunan kata. Frasa-frasa ini menjadi detak jantung spiritual, jangkar filosofis, dan nafas kesadaran bagi jutaan manusia. Salah satu yang paling universal dan mendalam di dunia Islam adalah ucapan "Alhamdulillah". Dua kata yang ringan di lisan, namun berat dalam timbangan makna dan keutamaan. Ungkapan ini bukan sekadar respons sopan atau seruan kegembiraan, melainkan sebuah pernyataan pandangan dunia yang komprehensif, sebuah pengakuan akan sumber segala nikmat, dan sebuah kunci untuk membuka pintu ketenangan jiwa.

Fokus utama pembahasan kita adalah menelusuri tulisan Alhamdulillah dalam bahasa Arab, mengurainya huruf demi huruf, harakat demi harakat, untuk memahami presisi dan keindahan bahasa wahyu. Namun, perjalanan ini tidak akan berhenti pada aspek linguistik semata. Kita akan menyelam lebih dalam ke lautan maknanya, membedakan nuansa antara pujian dan syukur, menjelajahi konteks penggunaannya yang begitu luas dalam Al-Qur'an, hadis, hingga percakapan sehari-hari. Artikel ini bertujuan untuk menjadi panduan lengkap, mengajak pembaca untuk melihat kembali frasa yang mungkin sering diucapkan ini dengan mata hati yang baru, menemukan kembali keajaiban yang terkandung di dalamnya, dan menjadikannya sebagai pilar kesadaran dalam setiap helaan nafas kehidupan.

Penulisan Alhamdulillah yang Tepat dalam Aksara Arab

Untuk memahami inti dari sebuah ungkapan sakral, langkah pertama adalah mengenali bentuk aslinya. Tulisan Alhamdulillah dalam bahasa Arab adalah fondasi dari seluruh pemaknaan yang akan kita gali. Berikut adalah bentuknya yang paling umum dan benar, lengkap dengan harakat (tanda baca vokal) yang memastikan pengucapan yang presisi.

ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ

Mari kita urai setiap komponen dari tulisan indah ini:

1. ٱلْحَمْدُ (Al-Hamdu) - Pujian yang Definitif

Bagian pertama, "Al-Hamdu", terdiri dari dua elemen utama:

  • ٱلْ (Al-): Ini adalah partikel definitif atau kata sandang tertentu dalam bahasa Arab, yang setara dengan "the" dalam bahasa Inggris. Namun, fungsinya di sini jauh lebih dalam dari sekadar penentu. Kehadiran "Al-" pada kata "Hamdu" mengubah maknanya dari "sebuah pujian" menjadi "segala puji" atau "keseluruhan jenis pujian". Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ini adalah Alif Lam lil Istighraq, yang berarti mencakup seluruh jenis dan bentuk pujian yang pernah ada, yang sedang ada, dan yang akan pernah ada. Pujian dari malaikat, manusia, jin, hewan, tumbuhan, bahkan benda mati yang bertasbih dengan cara mereka sendiri, semuanya terangkum dalam satu kata ini.
  • حَمْدُ (Hamdu): Ini adalah kata benda yang berasal dari akar kata ح-م-د (Ha-Mim-Dal). Akar kata ini mengandung makna dasar pujian, sanjungan, dan pengakuan atas kebaikan dan kesempurnaan. Penting untuk dicatat bahwa "Hamd" berbeda dengan "Madaḥ". Jika "Madaḥ" bisa diberikan kepada siapa saja atas perbuatan baiknya, "Hamd" mengandung unsur pengagungan dan cinta yang lebih dalam, yang ditujukan kepada Dzat yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan secara inheren, baik Ia memberikan nikmat kepada kita ataupun tidak.

2. لِلَّٰهِ (Lillāh) - Kepemilikan Mutlak Hanya untuk Allah

Bagian kedua, "Lillāh", juga terdiri dari dua komponen yang menyatu:

  • لِ (Li): Ini adalah preposisi atau huruf jar yang memiliki banyak makna, namun dalam konteks ini, makna yang paling kuat adalah lil-ikhtisas (spesialisasi/pengkhususan) dan lil-milk (kepemilikan). Artinya, "segala puji" yang telah didefinisikan sebelumnya itu secara spesifik dan mutlak hanya dimiliki oleh dan ditujukan untuk satu Dzat saja.
  • ٱللَّٰهِ (Allāh): Ini adalah nama Sang Pencipta, Tuhan Semesta Alam. Lafadz Jalalah (Nama Yang Agung) ini merupakan nama yang paling utama. Dalam tulisan لِلَّٰهِ, huruf Alif pada kata Allah dilebur karena didahului oleh preposisi "Li". Perhatikan juga adanya alif khanjariyah atau alif kecil yang berdiri di atas huruf Lam kedua, yang menandakan vokal panjang 'a'. Ini menunjukkan bahwa kepemilikan mutlak atas segala pujian adalah hak prerogatif Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.

Dengan demikian, ketika kita menggabungkan kedua bagian ini, frasa "Alhamdulillāh" bukan sekadar berarti "Puji bagi Allah". Terjemahan yang lebih akurat dan kaya makna adalah "Segala bentuk pujian yang sempurna dan menyeluruh hanyalah milik Allah dan secara eksklusif diperuntukkan bagi-Nya." Ini adalah pernyataan tauhid yang murni, sebuah deklarasi bahwa tidak ada yang berhak menerima pujian hakiki selain Dia.

Makna Mendalam: Membedakan Antara Al-Hamd dan Asy-Syukr

Dalam percakapan sehari-hari, kita sering menggunakan kata "pujian" dan "syukur" (terima kasih) secara bergantian. Namun, dalam khazanah Islam, kedua konsep ini, yang diwakili oleh kata Al-Hamd dan Asy-Syukr, memiliki perbedaan yang subtil namun sangat signifikan. Memahami perbedaan ini akan membuka cakrawala baru dalam memaknai ucapan Alhamdulillah.

Asy-Syukr (الشكر) - Rasa Terima Kasih atas Nikmat

Asy-Syukr atau syukur adalah respons atau reaksi terhadap sebuah kebaikan atau nikmat yang diterima. Syukur lahir karena adanya pemberian. Contohnya, jika seseorang memberi Anda hadiah, Anda akan berterima kasih (bersyukur) kepadanya. Jika Anda sembuh dari sakit, Anda bersyukur kepada Allah atas nikmat kesehatan. Syukur selalu terkait dengan suatu manfaat atau anugerah yang spesifik yang dirasakan oleh seorang hamba. Syukur adalah pengakuan bahwa nikmat tersebut datang dari Allah dan menggunakannya dalam ketaatan kepada-Nya.

Al-Hamd (الحمد) - Pujian atas Kesempurnaan Dzat

Al-Hamd, di sisi lain, berada pada level yang lebih tinggi dan lebih fundamental. Al-Hamd adalah pujian yang didasarkan pada kesempurnaan sifat-sifat yang melekat pada Dzat yang dipuji, terlepas dari apakah kita menerima nikmat dari-Nya atau tidak. Kita memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) bukan hanya karena Dia memberi kita rezeki, kesehatan, atau keluarga. Kita memuji-Nya karena Dia adalah Ar-Rahman (Maha Pengasih), Al-'Alim (Maha Mengetahui), Al-Hakim (Maha Bijaksana), Al-Qadir (Maha Kuasa). Sifat-sifat ini sempurna dan melekat pada Dzat-Nya, dan karena itulah Dia layak dipuji, bahkan jika kita sedang diuji dengan kesulitan sekalipun.

Seorang ulama besar, Ibnu al-Qayyim, memberikan analogi yang indah. Bayangkan Anda bertemu dengan seseorang yang sangat dermawan, adil, dan bijaksana. Anda akan memujinya karena sifat-sifat luhurnya itu, bahkan jika Anda belum pernah menerima satu sen pun darinya. Inilah Al-Hamd. Sekarang, jika orang itu kemudian memberikan Anda hadiah yang besar, maka selain memujinya, Anda juga akan berterima kasih kepadanya. Rasa terima kasih inilah yang disebut Asy-Syukr.

Oleh karena itu, ucapan Alhamdulillah secara ajaib mencakup kedua makna tersebut. Ia adalah pujian atas kesempurnaan Dzat Allah (Al-Hamd) dan sekaligus merupakan bentuk syukur tertinggi atas segala nikmat-Nya (Asy-Syukr). Inilah mengapa Alhamdulillah disebut sebagai doa dan dzikir yang paling utama, karena ia mengakui hakikat Allah sekaligus mensyukuri perbuatan-Nya dalam satu tarikan nafas.

Alhamdulillah dalam Al-Qur'an: Kunci Pembuka dan Penutup

Frasa Alhamdulillah memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam kitab suci Al-Qur'an. Ia tidak hanya muncul berulang kali, tetapi juga ditempatkan pada posisi-posisi strategis yang menunjukkan betapa sentralnya konsep ini dalam ajaran Islam.

Pembuka Kitab Suci: Al-Fatihah

Surat pertama dalam Al-Qur'an, Al-Fatihah (Pembukaan), yang wajib dibaca dalam setiap rakaat shalat, dimulai dengan ayat:

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ "Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam." (QS. Al-Fatihah: 2)

Ayat ini menetapkan "nada" untuk seluruh Al-Qur'an. Sebelum meminta petunjuk (seperti dalam ayat selanjutnya, Ihdinash-shirāthal-mustaqīm), seorang hamba diajarkan untuk terlebih dahulu mengakui siapa yang ia hadapi: Allah, Rabb semesta alam, yang berhak atas segala pujian. Penambahan frasa "Rabbil-'ālamīn" (Tuhan/Pemelihara seluruh alam) setelah Alhamdulillah semakin memperkuat maknanya. Ini menegaskan bahwa pujian kita kepada Allah didasarkan pada fakta bahwa Dia adalah Pencipta, Pemelihara, Pengatur, dan Penguasa absolut atas segala sesuatu yang ada, baik yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui.

Pujian di Berbagai Kondisi

Al-Qur'an juga menunjukkan bahwa Alhamdulillah adalah ucapan yang pantas dalam berbagai kondisi, sebagai pengakuan atas kekuasaan dan hikmah Allah yang tak terbatas. Beberapa contohnya:

  • Atas Penciptaan Langit dan Bumi:
    ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَجَعَلَ ٱلظُّلُمَٰتِ وَٱلنُّورَ... "Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang..." (QS. Al-An'am: 1)
  • Atas Dikaruniai Keturunan di Usia Senja:

    Ini adalah doa Nabi Ibrahim 'alaihissalam:

    ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى وَهَبَ لِى عَلَى ٱلْكِبَرِ إِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ... "Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq..." (QS. Ibrahim: 39)

Ucapan Para Penghuni Surga

Salah satu gambaran paling indah tentang Alhamdulillah dalam Al-Qur'an adalah ketika ia menjadi ucapan abadi para penghuni surga. Ini menunjukkan bahwa bahkan setelah semua perjuangan di dunia berakhir dan kenikmatan surga diraih, puncak dari kesadaran dan kebahagiaan para hamba yang saleh adalah memuji Allah. Ini bukan lagi pujian yang bercampur dengan ujian, melainkan pujian murni yang lahir dari penyaksian langsung atas keagungan dan kasih sayang Allah.

...وَءَاخِرُ دَعْوَىٰهُمْ أَنِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ "...Dan penutup doa mereka ialah: 'Alhamdulillāhi Rabbil 'ālamīn' (segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam)." (QS. Yunus: 10)

Ayat ini menggambarkan bahwa dzikir Alhamdulillah akan terus bergema di surga, menjadi ekspresi kebahagiaan tertinggi dan pengakuan abadi para penghuninya.

Keutamaan Mengucapkan Alhamdulillah dalam Hadis

Nabi Muhammad ﷺ, sebagai teladan utama, senantiasa membasahi lisannya dengan dzikir Alhamdulillah. Melalui sabda-sabdanya, beliau menjelaskan berbagai keutamaan luar biasa yang terkandung dalam ucapan sederhana ini.

Memenuhi Timbangan Amal

Salah satu hadis yang paling sering dikutip mengenai keutamaan Alhamdulillah menyoroti "beratnya" kalimat ini di timbangan amal (Mizan) pada hari kiamat. Ini adalah gambaran metaforis yang menunjukkan betapa besarnya pahala dan nilai spiritual dari ucapan ini.

"Kesucian (mengucapkan Subhanallah) itu setengah timbangan, dan (mengucapkan) Alhamdulillah akan memenuhinya (memenuhi timbangan)..." (HR. Muslim)

Hadis ini mengajarkan bahwa jika "Subhanallah" (Maha Suci Allah) yang berfungsi menyucikan Allah dari segala kekurangan nilainya setara dengan setengah timbangan, maka "Alhamdulillah" yang menetapkan segala kesempurnaan bagi Allah akan memenuhi timbangan tersebut. Ini menunjukkan betapa Allah mencintai pujian dari hamba-hamba-Nya.

Dzikir dan Doa Terbaik

Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ menempatkan Alhamdulillah pada posisi tertinggi dalam kategori dzikir dan doa.

"Dzikir yang paling utama adalah Lā ilāha illallāh, dan doa yang paling utama adalah Alhamdulillah." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)

Mengapa Alhamdulillah disebut sebagai doa terbaik? Para ulama menjelaskan bahwa ketika seorang hamba memuji Allah dengan setulus-tulusnya, ia seolah-olah sedang berkata, "Wahai Dzat yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan pemberi segala nikmat, aku mengakui keagungan-Mu." Pengakuan ini secara implisit adalah bentuk permintaan, karena dengan memuji-Nya sebagai Yang Maha Pemurah, kita berharap Dia akan terus melimpahkan kemurahan-Nya kepada kita. Ini adalah adab tertinggi dalam berdoa: memulai dengan pujian sebelum meminta.

Pembuka Pintu Nikmat yang Lebih Besar

Mengucapkan Alhamdulillah adalah kunci untuk menjaga nikmat yang telah ada dan membuka pintu bagi nikmat-nikmat baru. Ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur'an: "Jika kamu bersyukur, pasti akan Aku tambah (nikmat-Ku) untukmu." (QS. Ibrahim: 7). Rasa syukur yang diekspresikan melalui lisan dengan Alhamdulillah adalah langkah pertama untuk merealisasikan janji Allah tersebut. Ini menciptakan siklus positif: nikmat melahirkan syukur, dan syukur mengundang nikmat yang lebih besar lagi.

Konteks Penggunaan Alhamdulillah dalam Kehidupan Sehari-hari

Keindahan ajaran Islam adalah kemampuannya untuk mengintegrasikan spiritualitas ke dalam setiap aspek kehidupan. Alhamdulillah bukanlah frasa yang hanya diucapkan di masjid atau saat berdoa. Ia adalah sahabat setia seorang muslim dalam setiap situasi, mengubah momen-momen biasa menjadi ibadah yang bernilai.

Saat Mendapat Kabar Gembira

Ini adalah penggunaan yang paling umum dan intuitif. Ketika lulus ujian, mendapatkan pekerjaan, dikaruniai anak, atau menerima rezeki tak terduga, respons pertama yang diajarkan adalah mengucapkan Alhamdulillah. Ini melatih jiwa untuk segera mengembalikan sumber kebahagiaan itu kepada Allah, bukan kepada usaha diri sendiri, keberuntungan, atau bantuan orang lain semata. Ini menanamkan kerendahan hati dan mencegah kesombongan.

Setelah Selesai Makan dan Minum

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

"Sesungguhnya Allah ridha terhadap seorang hamba yang apabila ia makan sesuatu, ia memuji Allah atasnya, dan apabila ia minum sesuatu, ia memuji Allah atasnya." (HR. Muslim)

Mengucapkan Alhamdulillah setelah makan bukan hanya tentang bersyukur atas makanan di hadapan kita. Ini adalah pengakuan atas seluruh rantai proses yang luar biasa: dari Allah menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, menggerakkan para petani, hingga makanan itu tersaji. Ini adalah latihan mindfulness yang menghubungkan kita dengan Sang Pemberi Rezeki.

Ketika Bersin

Sunnah mengajarkan kita untuk mengucapkan Alhamdulillah setelah bersin. Ini adalah pengakuan syukur atas nikmat pelepasan tekanan dari dalam tubuh dan berfungsinya sistem refleks yang menjaga kesehatan. Islam bahkan melengkapinya dengan interaksi sosial yang indah, di mana orang yang mendengar dianjurkan menjawab dengan "Yarhamukallah" (Semoga Allah merahmatimu), yang kemudian dibalas lagi dengan "Yahdikumullahu wa yuslih balakum" (Semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu). Sebuah interaksi singkat yang penuh dengan doa dan kebaikan.

Sebagai Jawaban Atas Pertanyaan "Apa Kabar?"

Ketika ditanya, "Bagaimana kabarmu?", jawaban standar seorang muslim adalah "Alhamdulillah, baik." Jawaban ini lebih dari sekadar basa-basi. Ia adalah deklarasi iman. Apapun kondisi yang sedang dihadapi—entah sehat atau sakit, lapang atau sempit—seorang mukmin selalu menemukan alasan untuk memuji Allah. Ini menunjukkan pandangan hidup yang optimis dan penuh husnudzan (prasangka baik) kepada Allah.

Bahkan di Saat Menghadapi Musibah

Inilah puncak pemahaman Alhamdulillah, yang membedakan seorang mukmin sejati. Dalam menghadapi kesulitan, kehilangan, atau ujian, sunnah mengajarkan kita untuk mengucapkan: Alhamdulillah 'ala kulli hal (ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ عَلَىٰ كُلِّ حَالٍ), yang berarti "Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan."

Ucapan ini bukanlah bentuk kepasrahan yang pasif atau penyangkalan terhadap rasa sakit. Sebaliknya, ia adalah pernyataan keyakinan yang luar biasa kuat:

  • Keyakinan pada Hikmah Allah: Kita percaya bahwa di balik setiap musibah, ada hikmah dan kebaikan yang mungkin belum kita pahami.
  • Keyakinan pada Kasih Sayang Allah: Kita yakin bahwa ujian ini adalah bentuk kasih sayang Allah untuk menghapus dosa, mengangkat derajat, atau mengajarkan kita pelajaran berharga.
  • Fokus pada Nikmat yang Tersisa: Musibah mungkin mengambil satu nikmat, tetapi ucapan ini mengingatkan kita akan ribuan nikmat lain yang masih ada dan sering kita lupakan.

Kemampuan untuk mengucapkan Alhamdulillah di tengah badai kehidupan adalah buah dari iman yang matang dan merupakan benteng pertahanan terkuat melawan keputusasaan.

Dimensi Psikologis dan Spiritual dari Kebiasaan Ber-Alhamdulillah

Membiasakan lisan dan hati untuk selalu ber-Alhamdulillah memiliki dampak transformatif yang mendalam bagi kesehatan mental dan spiritual seseorang. Ini bukan sekadar afirmasi positif, melainkan sebuah latihan spiritual yang membentuk ulang cara kita memandang dunia.

Membangun Pola Pikir Gratitude (Syukur)

Ilmu psikologi modern telah banyak meneliti manfaat dari "gratitude practice" atau latihan bersyukur. Orang yang secara teratur fokus pada hal-hal yang mereka syukuri cenderung lebih bahagia, lebih optimis, tidak mudah stres, dan memiliki hubungan sosial yang lebih baik. Kebiasaan mengucapkan Alhamdulillah adalah bentuk latihan syukur paling efektif yang telah diajarkan Islam sejak ribuan tahun lalu. Ia secara aktif mengalihkan fokus otak dari apa yang kurang atau salah dalam hidup kita, menuju pada kelimpahan nikmat yang seringkali kita anggap remeh.

Benteng Melawan Penyakit Hati

Penyakit hati seperti iri (hasad), dengki, dan keluh kesah seringkali berakar dari ketidakpuasan dan perasaan bahwa orang lain memiliki lebih dari kita. Hati yang senantiasa ber-Alhamdulillah akan sibuk menghitung nikmatnya sendiri, sehingga tidak ada waktu dan ruang untuk iri pada nikmat orang lain. Ia memahami bahwa Allah adalah Al-'Adl (Maha Adil) yang membagi rezeki dengan takaran yang paling tepat untuk setiap hamba-Nya. Dengan demikian, Alhamdulillah menjadi perisai yang melindungi hati dari korosi spiritual.

Meningkatkan Ketangguhan (Resilience)

Seperti yang telah dibahas, kemampuan mengucapkan Alhamdulillah 'ala kulli hal saat diuji adalah sumber kekuatan yang luar biasa. Ini memberikan makna pada penderitaan dan mengubahnya dari sekadar musibah menjadi sebuah kesempatan untuk bertumbuh dan mendekatkan diri kepada Allah. Pandangan ini mencegah seseorang jatuh ke dalam jurang keputusasaan dan membantunya untuk bangkit kembali dengan lebih kuat setelah melewati kesulitan.

Menyuburkan Hubungan dengan Sang Pencipta

Pada intinya, Alhamdulillah adalah sebuah percakapan cinta antara hamba dengan Tuhannya. Setiap kali kita mengucapkannya, kita sedang memperbarui pengakuan kita akan keagungan, kemurahan, dan kesempurnaan-Nya. Ini memperkuat ikatan (koneksi) spiritual, membuat kita merasa lebih dekat dengan-Nya. Semakin sering kita memuji-Nya, semakin kita akan merasakan kehadiran-Nya dalam hidup kita, dan semakin besar pula rasa cinta dan takwa kita kepada-Nya.

Kesimpulan: Sebuah Kunci Kehidupan

Dari penelusuran tulisan Arabnya yang presisi, ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ, hingga penyelaman ke dalam lautan maknanya yang tak bertepi, kita dapat melihat bahwa Alhamdulillah bukanlah sekadar ucapan. Ia adalah sebuah worldview, sebuah manifesto kehidupan seorang muslim. Ia adalah lensa yang melaluinya kita diajak untuk melihat dunia.

Ia adalah pengakuan bahwa segala puji—dari getaran atom hingga tasbih para malaikat—bermuara pada satu sumber: Allah, Rabb semesta alam. Ia adalah pembeda antara pujian transaksional (syukur) dengan pujian absolut atas kesempurnaan Dzat (hamd). Ia adalah dzikir yang memenuhi timbangan amal, doa yang paling utama, dan ucapan abadi para penghuni surga.

Dengan membiasakan diri mengucapkan Alhamdulillah, kita tidak hanya mengikuti sunnah dan meraih pahala. Kita secara aktif sedang melatih jiwa kita untuk menjadi pribadi yang positif, rendah hati, tangguh, dan senantiasa terhubung dengan sumber segala kebaikan. Ia adalah kunci untuk membuka pintu-pintu nikmat yang lebih banyak, sekaligus menjadi perisai di saat-saat sulit. Pada akhirnya, Alhamdulillah adalah esensi dari penyerahan diri (Islam) itu sendiri: sebuah pengakuan tulus dari seorang hamba yang fana akan keagungan Tuhannya yang abadi. Maka, untuk segala nikmat, untuk setiap ujian, untuk setiap helaan nafas, marilah kita senantiasa berkata, dari lubuk hati yang terdalam: Alhamdulillah.

🏠 Homepage