Surah An-Nasr, yang berarti "Pertolongan", adalah surah ke-110 dalam Al-Qur'an. Meskipun terdiri dari hanya tiga ayat, surah ini membawa makna yang sangat mendalam terkait kemenangan, pertolongan ilahi, dan sikap seorang hamba saat meraih puncak kejayaan. Fokus utama pembahasan ini adalah pada ayat pertamanya, yang menjadi gerbang untuk memahami keseluruhan pesan surah yang agung ini.
Bacaan Lengkap Surah An-Nasr
Sebelum kita menyelami ayat pertama secara spesifik, mari kita tampilkan keseluruhan Surah An-Nasr untuk mendapatkan konteks yang utuh. Surah ini diturunkan di Madinah dan tergolong sebagai salah satu surah terakhir yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad ﷺ.
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Iżā jā`a naṣrullāhi wal-fat-ḥ.
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
Wa ra`aitan-nāsa yadkhulụna fī dīnillāhi afwājā.
2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Fa sabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfir-h, innahụ kāna tawwābā.
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.
Fokus Utama: Lafal dan Makna Ayat Pertama
Kunci dari surah ini terletak pada ayat pertamanya. Mari kita bedah secara detail dari sisi lafal, transliterasi, hingga makna yang terkandung di dalamnya.
Teks Arab, Lafal, dan Terjemahan
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Lafal / Transliterasi:
Iżā jā`a naṣrullāhi wal-fat-ḥ.Terjemahan:
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
Analisis Lafal per Kata
Untuk memahami pengucapan yang benar (lafal), mari kita urai setiap kata dalam ayat ini:
- إِذَا (Iżā): Kata ini diawali dengan huruf "Alif" dengan harakat kasrah (i), diikuti "Dzal" (ذ) yang berharakat fathah dan bertemu "Alif" sehingga dibaca panjang. Pengucapan "Dzal" mirip dengan "dz" atau seperti "th" dalam kata bahasa Inggris "the". Jadi, dibaca "Idzaa", dengan penekanan pada pemanjangan di akhir.
- جَاءَ (jā`a): Terdiri dari huruf "Jim" (ج) berharakat fathah, diikuti "Alif" yang membuatnya dibaca panjang, dan diakhiri dengan "Hamzah" (ء) berharakat fathah. Lafalnya adalah "Jaa-a", dengan ada jeda singkat atau hentakan karena adanya hamzah di akhir.
- نَصْرُ اللَّهِ (naṣrullāhi): Ini adalah gabungan dua kata. Pertama, "Nashru" (نَصْرُ) yang berarti "pertolongan". Huruf "Shad" (ص) diucapkan tebal, bukan seperti huruf "s" biasa. Kedua, lafaz "Allah" (اللَّهِ). Karena huruf "Ra" (ر) di akhir kata "Nashru" berharakat dhammah, maka Lam (ل) pada lafaz Allah dibaca tebal (tafkhim), menjadi "Nashrullah", bukan "Nashrulillah".
- وَالْفَتْحُ (wal-fat-ḥ): Diawali dengan "wa" (وَ) yang berarti "dan". Kemudian "al-fathu" (الْفَتْحُ) yang berarti "kemenangan". Huruf "Fa" (ف) diucapkan jelas, lalu "Ta" (ت) yang tipis, dan diakhiri dengan huruf "Ha" (ح) yang diucapkan dari tenggorokan, seperti suara saat menghembuskan nafas di cuaca dingin. Saat berhenti (waqaf), huruf "Ha" disukunkan menjadi "al-fat-h", dengan sedikit hembusan udara.
Dengan menggabungkan semua komponen ini, lafal yang utuh dan tepat adalah "Iżā jā`a naṣrullāhi wal-fat-ḥ".
Tafsir Mendalam Surah An-Nasr
Memahami lafalnya adalah langkah pertama. Langkah berikutnya yang tak kalah penting adalah menyelami makna yang terkandung di balik setiap kata yang diwahyukan. Para ulama tafsir telah memberikan penjelasan yang luas mengenai surah ini, yang sering kali disebut sebagai "surah perpisahan".
Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Surah)
Surah An-Nasr diturunkan setelah peristiwa besar dalam sejarah Islam, yaitu Fathu Makkah (Penaklukan Kota Mekkah). Namun, yang lebih mendalam dari itu, surah ini juga merupakan isyarat dari Allah SWT bahwa tugas kerasulan Nabi Muhammad ﷺ telah mendekati akhir. Misi utama beliau untuk menyebarkan risalah tauhid telah mencapai puncaknya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata bahwa ketika Surah An-Nasr turun, Umar bin Khattab memanggil para sahabat senior kaum Muhajirin dan Anshar, termasuk Ibnu Abbas yang saat itu masih muda. Umar bertanya, "Apa pendapat kalian tentang surah ini?" Sebagian dari mereka menjawab, "Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampun kepada-Nya ketika Dia memberikan pertolongan dan kemenangan kepada kita." Sebagian yang lain hanya diam.
Kemudian Umar bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah pendapatmu juga demikian, wahai Ibnu Abbas?" Beliau menjawab, "Tidak." Umar pun bertanya lagi, "Lalu, apa pendapatmu?" Ibnu Abbas menjawab, "Ini adalah pertanda ajal Rasulullah ﷺ yang Allah beritahukan kepada beliau. Allah berfirman, 'Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan', yang merupakan tanda dekatnya ajalmu. 'Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat'." Mendengar jawaban ini, Umar bin Khattab berkata, "Demi Allah, aku tidak mengetahui dari surah ini kecuali apa yang engkau ketahui."
Kisah ini menunjukkan betapa dalamnya pemahaman Ibnu Abbas, sang "Penerjemah Al-Qur'an". Surah ini bukan sekadar perayaan kemenangan, tetapi juga sebuah pengingat bahwa setiap tugas yang paripurna akan menemui akhirnya.
Tafsir Ayat Pertama: Pertolongan Allah dan Kemenangan
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan)
Ayat ini mengandung dua konsep kunci: "Nashrullah" (pertolongan Allah) dan "Al-Fath" (kemenangan/penaklukan). Keduanya saling terkait erat tetapi memiliki nuansa makna yang berbeda.
Makna "Nashrullah" (Pertolongan Allah)
Kata "Nashr" (نَصْر) secara harfiah berarti pertolongan atau bantuan. Namun, ketika disandarkan kepada Allah menjadi "Nashrullah", maknanya menjadi jauh lebih agung. Ini bukan sembarang pertolongan. Ini adalah pertolongan ilahi yang bersifat mutlak, yang datang di saat yang tepat, dengan cara yang seringkali di luar dugaan manusia. Pertolongan ini menegaskan bahwa segala daya dan upaya manusia tidak akan pernah cukup tanpa campur tangan Allah.
Dalam konteks sejarah Nabi Muhammad ﷺ, "Nashrullah" ini telah terwujud dalam banyak peristiwa. Sejak awal dakwah di Mekkah yang penuh penindasan, hingga hijrah ke Madinah, Perang Badar di mana kaum muslimin yang minoritas berhasil mengalahkan pasukan Quraisy yang jauh lebih besar, Perang Khandaq saat Madinah dikepung dari segala penjuru, hingga akhirnya pada Fathu Makkah. Setiap kemenangan ini selalu diawali dengan pertolongan yang nyata dari Allah SWT.
Penyebutan "Nashrullah" di awal ayat ini berfungsi sebagai penegasan fundamental: kemenangan yang akan dibahas setelah ini bukanlah hasil dari kehebatan strategi militer semata, bukan karena kekuatan jumlah pasukan, dan bukan pula karena kejeniusan individu. Ia adalah buah dari pertolongan Allah yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang sabar dan taat.
Makna "Al-Fath" (Kemenangan)
Kata "Al-Fath" (الْفَتْحُ) berarti "pembukaan" atau "penaklukan". Para mufassir secara ijma' (konsensus) sepakat bahwa "Al-Fath" yang dimaksud dalam ayat ini secara spesifik merujuk pada Fathu Makkah, penaklukan kembali kota suci Mekkah oleh kaum muslimin. Peristiwa ini adalah puncak dari perjuangan dakwah Nabi Muhammad ﷺ selama lebih dari dua dekade.
Fathu Makkah bukanlah penaklukan biasa yang identik dengan pertumpahan darah dan balas dendam. Justru sebaliknya, ia adalah sebuah "pembukaan" yang agung:
- Pembukaan Hati: Penduduk Mekkah yang dahulu memusuhi, mengusir, dan memerangi Nabi serta para pengikutnya, kini melihat kebesaran akhlak beliau. Nabi Muhammad ﷺ memasuki Mekkah dengan kepala tertunduk penuh tawadhu', memberikan pengampunan massal kepada musuh-musuhnya dengan kalimat legendarisnya, "Pergilah kalian, sesungguhnya kalian semua bebas." Kemenangan ini membuka hati mereka untuk menerima Islam.
- Pembukaan Kota Suci: Ka'bah dan kota Mekkah dibersihkan dari berhala-berhala yang selama berabad-abad telah mencemari kesuciannya. Kota ini kembali menjadi pusat tauhid, sebagaimana tujuan awal dibangunnya oleh Nabi Ibrahim AS.
- Pembukaan Gerbang Dakwah: Dengan takluknya Mekkah, pusat kekuatan kaum musyrikin Arab telah runtuh. Suku-suku Arab lainnya yang tadinya ragu-ragu atau takut kepada Quraisy, kini tidak memiliki halangan lagi untuk menyatakan keislaman mereka. Fathu Makkah menjadi gerbang bagi gelombang besar manusia untuk masuk ke dalam agama Allah.
Jadi, frasa "pertolongan Allah dan kemenangan" adalah sebuah rangkaian sebab-akibat yang tidak terpisahkan. Pertolongan Allah (Nashrullah) menjadi sebab utama terjadinya kemenangan yang gilang-gemilang (Al-Fath).
Tafsir Ayat Kedua: Manusia Berbondong-bondong Masuk Islam
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah)
Ayat kedua ini menggambarkan buah langsung dari pertolongan dan kemenangan yang disebutkan di ayat pertama. Jika sebelumnya, selama belasan tahun di Mekkah, orang yang masuk Islam bisa dihitung dengan jari dan harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena takut akan siksaan, kini situasinya berbalik 180 derajat.
Kata "Afwaja" (أَفْوَاجًا) adalah bentuk jamak dari "fauj" yang berarti rombongan besar atau gerombolan. Ini memberikan gambaran visual yang sangat kuat. Orang-orang tidak lagi masuk Islam satu per satu, melainkan dalam delegasi-delegasi suku, rombongan-rombongan kabilah, datang dari berbagai penjuru Jazirah Arab untuk menyatakan bai'at mereka kepada Rasulullah ﷺ.
Sejarah mencatat bahwa setelah Fathu Makkah, tahun berikutnya dikenal sebagai 'Amul Wufud atau "Tahun Delegasi". Utusan dari berbagai suku seperti Bani Tsaqif, Bani Tamim, Bani Hanifah, dan suku-suku dari Yaman datang ke Madinah. Mereka yang dahulu menentang, kini datang dengan sukarela untuk menjadi bagian dari umat Islam. Ini adalah bukti nyata dari janji Allah. Kemenangan fisik di Mekkah melahirkan kemenangan spiritual yang jauh lebih besar, yaitu tunduknya hati manusia kepada kebenaran.
Ayat ini ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ ("dan engkau melihat"), sebagai penegasan bahwa beliau akan menyaksikan sendiri hasil dari kesabaran dan perjuangannya selama ini. Ini adalah sebuah anugerah dan penghiburan besar dari Allah SWT di penghujung hayat beliau.
Tafsir Ayat Ketiga: Respon yang Tepat Atas Kemenangan
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat)
Inilah puncak dari pesan Surah An-Nasr. Setelah menggambarkan nikmat terbesar berupa pertolongan dan kemenangan, Allah tidak memerintahkan untuk berpesta pora, berbangga diri, atau membalas dendam. Sebaliknya, Allah memerintahkan tiga hal yang menjadi cerminan sikap seorang hamba yang sejati:
- Tasbih (فَسَبِّحْ - Fasabbih): Bertasbih artinya menyucikan Allah dari segala bentuk kekurangan dan sifat yang tidak layak bagi-Nya. Dalam konteks kemenangan, tasbih adalah pengakuan bahwa kemenangan ini murni karena keagungan dan kekuasaan Allah, bukan karena kekuatan diri sendiri. Ini adalah obat penawar bagi penyakit hati yang paling berbahaya saat meraih sukses: kesombongan.
- Tahmid (بِحَمْدِ رَبِّكَ - Bihamdi Rabbika): Memuji Tuhanmu. Setelah menyucikan Allah (tasbih), kita diperintahkan untuk memuji-Nya (tahmid). Ini adalah wujud rasa syukur yang mendalam atas segala nikmat yang telah diberikan. Kita mengakui bahwa semua kebaikan, kekuatan, dan keberhasilan berasal dari-Nya dan hanya Dia yang layak menerima segala pujian. Gabungan "tasbih" dan "tahmid" (Subhanallahi wa bihamdihi) adalah kalimat dzikir yang sangat dicintai Allah.
- Istighfar (وَاسْتَغْفِرْهُ - Wastagfirhu): Memohon ampunan kepada-Nya. Ini adalah bagian yang paling menakjubkan. Mengapa di puncak kemenangan justru diperintahkan untuk beristighfar? Para ulama menjelaskan beberapa hikmah:
- Sebagai pengakuan bahwa dalam setiap perjuangan, pasti ada kekurangan dan kelalaian yang dilakukan oleh seorang hamba. Tidak ada amal yang sempurna. Istighfar menyempurnakan kekurangan tersebut.
- Untuk menjaga hati dari rasa ujub (bangga diri) dan takabur. Dengan memohon ampun, seorang hamba akan selalu ingat posisinya yang lemah dan senantiasa butuh kepada ampunan Allah.
- Sebagai persiapan untuk bertemu dengan Allah. Sebagaimana dipahami oleh Ibnu Abbas, surah ini adalah isyarat dekatnya ajal Nabi ﷺ. Maka, istighfar adalah penutup terbaik bagi seluruh amal dan kehidupan seorang hamba, membersihkan sisa-sisa dosa sebelum menghadap Sang Pencipta.
Ayat ini ditutup dengan kalimat penegas إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (Innahu kaana tawwabaa), "Sungguh, Dia Maha Penerima tobat." Nama Allah "At-Tawwab" memberikan harapan dan ketenangan yang luar biasa. Allah bukan hanya menerima tobat, tetapi Dia sangat suka menerima tobat hamba-Nya, lagi dan lagi. Ini adalah undangan terbuka dari Allah: setelah semua pencapaian ini, kembalilah kepada-Ku dengan tasbih, tahmid, dan istighfar, niscaya Aku akan selalu menerima kalian.
Pelajaran dan Hikmah dari Surah An-Nasr
Surah An-Nasr, meskipun singkat, adalah lautan hikmah yang tak pernah kering. Beberapa pelajaran penting yang dapat kita petik adalah:
- Kemenangan Hakiki Datang dari Allah: Segala bentuk kesuksesan, baik dalam skala pribadi, komunitas, maupun negara, pada hakikatnya adalah pertolongan dari Allah. Menggantungkan harapan hanya kepada-Nya adalah kunci utama.
- Adab Ketika Meraih Sukses: Islam mengajarkan adab yang mulia saat berada di puncak. Bukan dengan arogansi, melainkan dengan kerendahan hati (tawadhu'), rasa syukur (tahmid), penyucian Allah (tasbih), dan introspeksi diri (istighfar).
- Setiap Misi Memiliki Akhir: Paripurnanya sebuah tugas seringkali menjadi pertanda bahwa akhir dari sebuah babak kehidupan telah dekat. Ini mengajarkan kita untuk selalu mempersiapkan diri untuk babak selanjutnya, yaitu kehidupan akhirat.
- Pentingnya Istighfar: Istighfar bukan hanya untuk para pendosa. Bahkan seorang Nabi yang ma'shum (terjaga dari dosa) pun diperintahkan untuk beristighfar sebagai bentuk penghambaan dan penyempurnaan amal. Jika demikian, maka kita yang penuh dengan dosa dan kekurangan tentu jauh lebih butuh untuk senantiasa beristighfar.
- Dakwah Terbaik Adalah Akhlak: Fathu Makkah dan masuknya manusia secara berbondong-bondong ke dalam Islam adalah bukti bahwa kemenangan yang paling abadi adalah kemenangan merebut hati manusia melalui kasih sayang, pengampunan, dan akhlak yang mulia.
Dengan merenungkan lafal dan makna Surah An-Nasr ayat pertama serta keseluruhan surah, kita diajak untuk memahami esensi perjuangan dan kemenangan dalam Islam. Sebuah perjalanan yang selalu dimulai dan diakhiri dengan mengingat Allah SWT, menyandarkan segalanya kepada-Nya, dan kembali kepada-Nya dengan penuh kerendahan hati dan harapan akan ampunan-Nya.