Panduan Lengkap: Cara Membuat Akta Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat

Simbol Transaksi Tanah Diagram sederhana yang menggambarkan proses jual beli tanah tanpa sertifikat, melibatkan kesepakatan dan saksi. Tanah Penjual Pembeli AJB (Belum Terdaftar)

Kepemilikan properti di Indonesia idealnya dibuktikan dengan sertifikat hak milik dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, dalam praktiknya, masih banyak transaksi properti, terutama tanah, yang dilakukan tanpa sertifikat. Kondisi ini sering terjadi pada tanah warisan, tanah adat, atau tanah yang belum pernah dipecah atau didaftarkan. Meskipun berisiko, transaksi ini tetap sah secara hukum perdata asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu, dan pembuktiannya dilakukan melalui Akta Jual Beli (AJB) di bawah tangan.

Membuat AJB untuk tanah yang belum bersertifikat memerlukan kehati-hatian ekstra. Proses ini bertujuan untuk mengikat kedua belah pihak (penjual dan pembeli) serta menjadi dasar kuat jika di kemudian hari tanah tersebut akan didaftarkan atau timbul sengketa.

Dasar Hukum dan Keabsahan AJB Tanah Tanpa Sertifikat

Perlu dipahami bahwa di Indonesia, AJB yang sah harus dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, jika tanah belum bersertifikat, PPAT tidak dapat membuatkan akta otentik. Dalam situasi ini, AJB yang dibuat hanya bersifat "di bawah tangan," yaitu perjanjian yang dibuat langsung oleh penjual dan pembeli tanpa kehadiran PPAT, namun harus disaksikan oleh pihak-pihak yang netral dan memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti perdata (Pasal 1320 KUHPerdata).

Langkah-Langkah Membuat Akta Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat

Berikut adalah tahapan rinci yang harus dilalui untuk mengamankan transaksi jual beli tanah tanpa sertifikat:

1. Verifikasi Keabsahan Tanah dan Status Penjual

Ini adalah langkah paling krusial. Meskipun belum bersertifikat, pastikan penjual benar-benar memiliki hak atas tanah tersebut. Anda harus memeriksa dokumen asal kepemilikan, seperti:

Pastikan tidak ada sengketa yang sedang berjalan terkait kepemilikan tanah tersebut.

2. Kesepakatan Harga dan Syarat Transaksi

Setelah keabsahan diverifikasi, kedua belah pihak harus menyepakati harga jual, luas tanah yang dijual, batas-batas fisik tanah (patok), dan jangka waktu pengosongan atau penyerahan fisik (delivery).

3. Pembuatan Draf Akta Jual Beli (AJB di Bawah Tangan)

AJB ini dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Meskipun sifatnya di bawah tangan, dokumen ini harus memuat unsur-unsur penting agar kuat secara hukum:

4. Penandatanganan di Hadapan Saksi yang Kredibel

AJB di bawah tangan harus ditandatangani oleh penjual, pembeli, dan minimal dua orang saksi. Saksi sebaiknya adalah pihak independen yang mengetahui jalannya transaksi. Untuk memperkuat posisi hukum, sangat disarankan agar penandatanganan dilakukan di hadapan notaris atau minimal di hadapan Kepala Desa/Lurah setempat yang membubuhkan stempel pengesahan (meskipun bukan akta otentik PPAT).

5. Pengamanan Bukti Fisik dan Pembayaran PBB

Setelah AJB ditandatangani, pembeli harus segera mengamankan dokumen asli. Kemudian, pembeli harus memastikan peralihan pembayaran PBB ke namanya (meski baru berdasarkan surat keterangan desa). Ini penting sebagai bukti penguasaan dan pembayaran kewajiban atas tanah tersebut.

Perbedaan AJB di Bawah Tangan dan AJB PPAT

Penting untuk diingat, AJB tanah yang belum bersertifikat hanya memiliki kekuatan hukum sebagai perjanjian perdata antara penjual dan pembeli. Kekuatan hukumnya adalah sebagai bukti kepemilikan hak yang bersifat 'pemilik menguasai' (bezit), bukan kepemilikan mutlak yang terdaftar di BPN. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah AJB ini adalah mendaftarkan tanah tersebut ke BPN untuk mendapatkan sertifikat.

Langkah Selanjutnya: Mensertifikatkan Tanah

Setelah AJB di bawah tangan kuat, fokus pembeli harus beralih ke proses pensertifikatan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau pengajuan permohonan hak baru di kantor pertanahan setempat. Dokumen AJB ini akan menjadi salah satu bukti utama penguasaan fisik dan peralihan hak yang sah secara adat/perdata, yang dibutuhkan oleh BPN untuk proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM).

Kesimpulannya, membuat AJB tanah yang belum bersertifikat adalah langkah awal yang vital. Meskipun prosesnya lebih sederhana karena tidak melibatkan notaris/PPAT, risikonya lebih tinggi. Selalu lakukan uji tuntas (due diligence) terhadap status tanah dan pastikan semua kesepakatan tertuang jelas dalam dokumen yang disaksikan oleh pihak-pihak yang dapat dipercaya.

🏠 Homepage