Dalam ajaran Islam, pembagian harta warisan merupakan salah satu aspek penting yang mengatur distribusi kekayaan setelah seseorang meninggal dunia. Prinsip utamanya adalah keadilan dan kebijaksanaan, sebagaimana yang digariskan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sistem waris Islam sangat berbeda dengan sistem waris adat atau hukum positif yang berlaku di beberapa negara, karena ia memberikan hak kepada kerabat yang jauh sekalipun, namun juga menetapkan bagian yang proporsional dan adil sesuai kedekatan hubungan kekerabatan.
Golongan ahli waris dalam hukum Islam secara umum terbagi menjadi tiga kategori utama: ahli waris dzawi al-fara'id (pemegang bagian pasti), asabah (ahli waris yang mendapat sisa harta), dan dzawi al-arham (kerabat rahim). Pemahaman mendalam mengenai ketiga golongan ini sangat krusial untuk dapat melakukan perhitungan waris yang benar dan sesuai syariat.
1. Ahli Waris Dzawi Al-Fara'id (Pemegang Bagian Pasti)
Golongan ini adalah mereka yang bagian warisnya telah ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur'an atau melalui ijma' (kesepakatan ulama). Besaran bagian mereka bersifat spesifik, misalnya setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).
Ahli waris dzawi al-fara'id terdiri dari:
Suami: Mendapat 1/2 jika tidak ada anak atau cucu dari keturunan laki-laki. Mendapat 1/4 jika ada anak atau cucu dari keturunan laki-laki.
Istri: Mendapat 1/4 jika tidak ada anak atau cucu dari keturunan laki-laki. Mendapat 1/8 jika ada anak atau cucu dari keturunan laki-laki.
Anak Perempuan: Mendapat 1/2 jika hanya seorang diri. Mendapat 2/3 jika ada dua orang atau lebih. Jika ada anak laki-laki, maka ia menjadi asabah.
Anak Laki-laki: Tidak termasuk dzawi al-fara'id kecuali dalam kondisi tertentu yang jarang terjadi. Umumnya, anak laki-laki berkedudukan sebagai asabah.
Ayah: Mendapat 1/6 jika ada anak atau cucu dari keturunan laki-laki. Jika tidak ada anak atau cucu dari keturunan laki-laki, ia mendapat 1/6 dan sisa harta (menjadi asabah).
Ibu: Mendapat 1/6 jika ada anak atau cucu dari keturunan laki-laki, atau jika ada dua orang anak atau lebih (laki-laki maupun perempuan). Jika tidak ada halangan tersebut, ia mendapat 1/3 atau 1/3 sisa harta.
Kakek (Ayah dari Ayah): Memiliki kedudukan seperti Ayah dalam hal pembagian waris.
Nenek (Ibu dari Ibu atau Ibu dari Ayah): Menerima bagian 1/6, namun kedudukannya dapat terhalang oleh ibu atau nenek yang lebih dekat.
Saudara Perempuan Kandung (Sekandung): Mendapat 1/2 jika hanya seorang diri dan tidak ada anak/cucu laki-laki dari pewaris. Mendapat 2/3 jika ada dua orang atau lebih saudara perempuan kandung dan tidak ada anak/cucu laki-laki dari pewaris. Jika ada anak laki-laki, maka ia menjadi asabah.
Saudara Perempuan Seibu (Sebapak): Mendapat 1/2 jika hanya seorang diri dan tidak ada anak/cucu laki-laki dari pewaris, serta tidak ada saudara kandung. Mendapat 2/3 jika ada dua orang atau lebih saudara perempuan sebapak dan tidak ada anak/cucu laki-laki dari pewaris, serta tidak ada saudara kandung. Jika ada anak laki-laki, maka ia menjadi asabah.
Saudara Laki-laki Seibu (Sebapak): Sama seperti saudara perempuan, bisa menjadi dzawi al-fara'id dalam kondisi tertentu, namun umumnya berkedudukan sebagai asabah.
Saudara Seibu (Satu Ayah, Satu Ibu): Menerima 1/6 jika hanya seorang diri. Menerima 1/3 jika ada dua orang atau lebih.
Anak Perempuan dari Anak Laki-laki (Cucu Perempuan): Kedudukannya seperti anak perempuan, tetapi terhalang oleh anak laki-laki pewaris.
2. Asabah (Ahli Waris yang Mendapat Sisa Harta)
Golongan ini adalah mereka yang berhak menerima sisa harta warisan setelah seluruh bagian dzawi al-fara'id dibagikan. Jika tidak ada sisa harta, maka mereka tidak mendapatkan apa-apa. Kedudukan asabah ditentukan oleh jenis hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan pewaris.
Asabah terbagi menjadi tiga jenis:
Asabah Bin Nafsihi (Asabah Karena Diri Sendiri): Ini adalah laki-laki yang hubungannya langsung dengan pewaris tanpa perantaraan perempuan. Contoh: anak laki-laki, ayah, kakek, saudara laki-laki kandung, paman (saudara laki-laki ayah).
Asabah Bil Ghairi (Asabah Karena Lainnya): Ini adalah perempuan yang menjadi asabah karena adanya laki-laki dari derajat yang sama. Contoh: anak perempuan bersama anak laki-laki (keduanya menjadi asabah).
Asabah Ma'al Ghairi (Asabah Bersama yang Lain): Ini adalah saudara perempuan kandung atau saudara perempuan sebapak yang bersama-sama dengan anak perempuan pewaris.
Dalam menentukan urutan asabah, prinsip kedekatan hubungan sangat diutamakan. Anak laki-laki lebih utama dari cucu laki-laki, ayah lebih utama dari kakek, saudara laki-laki kandung lebih utama dari saudara laki-laki sebapak, dan seterusnya.
3. Dzawi Al-Arham (Kerabat Rahim)
Golongan ini adalah kerabat pewaris yang tidak termasuk dzawi al-fara'id maupun asabah. Mereka berhak menerima warisan hanya jika tidak ada sama sekali ahli waris dari kedua golongan di atas. Dzawi al-arham mencakup kerabat seperti bibi dari pihak ibu, paman dari pihak ibu, anak dari saudara perempuan, anak dari saudara laki-laki, dan lain-lain.
Pembagian waris bagi dzawi al-arham bisa menjadi lebih kompleks dan seringkali memerlukan kajian mendalam dari para ahli fiqih waris. Prinsip utamanya adalah untuk memberikan hak waris kepada kerabat yang memiliki hubungan darah yang paling dekat dengan pewaris.
Memahami golongan ahli waris ini menjadi fundamental dalam mengelola dan mendistribusikan harta warisan sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini memastikan bahwa hak-hak setiap individu terpenuhi dengan adil dan syariat Islam terlaksana dengan baik.