Banjarmasin, yang dikenal sebagai Kota Seribu Sungai, menyimpan banyak sekali kekayaan budaya dan tradisi yang unik. Salah satu yang paling menarik dan berakar kuat dalam kehidupan masyarakatnya adalah tradisi pembuatan dan penyajian ketupat. Di beberapa kawasan di Banjarmasin, tradisi ini begitu kental hingga melahirkan sebuah sebutan informal: Kampung Ketupat. Kawasan ini bukan sekadar tempat tinggal, melainkan pusat keramaian dan pusat produksi kuliner khas bulan Syawal.
Ketupat di Banjarmasin memiliki ciri khas tersendiri. Jika di daerah lain ketupat seringkali didominasi oleh beras, ketupat khas Banjar seringkali dibuat dari janur kelapa muda yang dianyam dengan pola yang sangat rumit. Proses pembuatan ini membutuhkan ketelitian dan keterampilan tangan yang sudah diwariskan secara turun-temurun. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai 'anyaman ketupat', dan keahlian ini sering menjadi kebanggaan tersendiri bagi para pengrajinnya.
Ilustrasi bentuk anyaman ketupat khas Banjar.
Tradisi Kampung Ketupat mencapai puncaknya menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di masa inilah, permintaan akan ketupat meningkat drastis. Para ibu rumah tangga dan pengrajin lokal bekerja keras siang dan malam untuk memenuhi pesanan. Ketupat ini tidak hanya disajikan sebagai pelengkap hidangan wajib Lebaran seperti opor ayam atau rendang, tetapi juga memiliki makna filosofis yang dalam bagi masyarakat Banjar.
Anyaman janur yang tertutup rapat melambangkan kesalahan yang kita lakukan selama setahun penuh yang harus dimaafkan dan dibersihkan. Bentuknya yang persegi melambangkan empat sisi kehidupan, sementara isinya, beras yang dimasak menjadi ketupat, melambangkan keikhlasan dan kesucian hati setelah menjalani ibadah puasa. Di Banjarmasin, ketupat seringkali menjadi simbol kebersamaan dan saling berbagi antarwarga.
Kampung Ketupat di Banjarmasin juga berperan penting dalam menggerakkan ekonomi lokal. Penjualan ketupat musiman ini memberikan penghasilan tambahan yang signifikan bagi banyak keluarga. Keterampilan menganyam yang diturunkan dari generasi ke generasi memastikan bahwa warisan ini tetap hidup dan relevan secara ekonomi. Meskipun kini banyak produk makanan instan yang tersedia, permintaan untuk ketupat buatan tangan dari kampung-kampung tradisional ini tidak pernah surut.
Bagi para pengunjung atau wisatawan yang datang ke Banjarmasin, mengunjungi area sentra ketupat ini adalah pengalaman otentik. Mereka dapat melihat langsung bagaimana janur diubah menjadi bentuk-bentuk artistik yang indah, mencium aroma wangi janur yang direbus, dan tentu saja, mencicipi ketupat yang baru matang. Ini adalah cara terbaik untuk merasakan denyut nadi budaya Banjarmasin yang masih sangat menjaga warisan leluhurnya.
Proses pembuatan ketupat bukan hanya ritual memasak, tetapi juga momen sosial. Para tetangga sering berkumpul, berbagi tips menganyam, dan bercengkerama sambil menunggu ketupat matang. Ini adalah potret keakraban masyarakat Banjar yang masih sangat erat. Janur yang digunakan pun dipilih dengan sangat cermat, biasanya dari pohon kelapa yang masih muda agar memiliki warna hijau cerah dan tekstur yang lentur saat dianyam.
Mempertahankan Kampung Ketupat berarti mempertahankan cara hidup tradisional yang harmonis dengan alam dan sesama. Di tengah arus modernisasi, kawasan ini menjadi pengingat akan nilai-nilai luhur yang melekat pada setiap butir beras yang dibungkus oleh anyaman janur yang indah. Ketupat Banjarmasin adalah representasi nyata dari kekayaan kuliner dan budaya Kalimantan Selatan.