Pembagian Harta Pusaka Menurut Islam

Ilustrasi pembagian harta sebagai simbol keadilan dan ketertiban.

Dalam ajaran Islam, pengelolaan dan pembagian harta warisan atau pusaka memiliki aturan yang sangat jelas dan rinci. Prinsip utamanya adalah keadilan, serta menjaga hubungan baik antar ahli waris dan memuliakan orang yang telah meninggal. Islam mengatur warisan bukan hanya sekadar pemindahan kekayaan, tetapi juga sebagai bagian dari syariat yang bertujuan untuk menjaga ketertiban sosial dan ekonomi umat.

Pentingnya Mengikuti Aturan Syariat dalam Pembagian Harta Pusaka

Mengapa pembagian harta warisan dalam Islam sangat ditekankan untuk mengikuti aturan syariat? Terdapat beberapa alasan mendasar:

  • Perintah Allah SWT: Al-Qur'an secara eksplisit menyebutkan aturan-aturan mengenai pembagian warisan dalam beberapa ayat, terutama Surah An-Nisa ayat 11 hingga 17. Ini menunjukkan bahwa hukum waris Islam adalah perintah langsung dari Tuhan yang wajib ditaati.
  • Menghindari Perselisihan: Aturan yang jelas dan rinci ini dirancang untuk mencegah terjadinya perselisihan, permusuhan, dan ketidakadilan di antara keluarga. Dengan adanya panduan yang baku, potensi konflik dapat diminimalisir.
  • Menegakkan Keadilan: Ketentuan pembagian dalam Islam seringkali menempatkan perempuan pada posisi yang adil, meskipun porsi mereka terkadang berbeda dengan laki-laki. Perbedaan ini memiliki hikmah dan dasar rasional yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih.
  • Menghormati Pewaris: Pembagian yang sesuai syariat merupakan bentuk penghormatan terakhir kepada almarhum/almarhumah, memastikan bahwa aset mereka dikelola dan didistribusikan sesuai dengan kehendak Ilahi dan untuk kebaikan ahli waris.

Tiga Langkah Penting Sebelum Pembagian Harta Pusaka

Sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli waris, ada tiga hal pokok yang harus dipenuhi terlebih dahulu, sesuai urutan prioritas dalam Islam:

  1. Penyelesaian Utang Pewaris: Segala bentuk utang piutang yang dimiliki oleh almarhum/almarhumah wajib dilunasi terlebih dahulu dari harta peninggalannya. Ini adalah kewajiban moral dan agama yang sangat penting.
  2. Pembayaran Wasiat Pewaris: Jika almarhum/almarhumah meninggalkan wasiat (yang harus sesuai dengan syariat, seperti tidak melebihi sepertiga harta dan tidak untuk ahli waris), maka wasiat tersebut harus dilaksanakan setelah utang dilunasi.
  3. Pelunasan Biaya Pengurusan Jenazah: Biaya yang berkaitan dengan pengurusan jenazah, mulai dari pemandian, pengkafanan, hingga pemakaman, juga menjadi prioritas untuk dibayarkan dari harta warisan sebelum dibagikan.

Hanya setelah ketiga hal tersebut terpenuhi, sisa harta yang ada barulah dapat dibagikan kepada para ahli waris.

Siapa Saja Ahli Waris dalam Islam?

Golongan ahli waris dalam Islam dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1. Ahli Waris Dzawil Furudl (Penerima Bagian yang Sudah Ditentukan)

Mereka adalah ahli waris yang bagian warisannya telah ditentukan secara pasti dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Bagian-bagian ini umumnya berupa pecahan, seperti:

  • 1/2 (Setengah): Diberikan kepada suami/istri, anak perempuan tunggal, atau saudara perempuan kandung jika tidak ada anak.
  • 1/4 (Seperempat): Diberikan kepada suami/istri.
  • 1/8 (Seperdelapan): Diberikan kepada istri jika pewaris memiliki anak.
  • 2/3 (Dua Pertiga): Diberikan kepada dua anak perempuan atau lebih, atau dua saudara perempuan kandung atau lebih jika tidak ada anak dan ayah.
  • 1/3 (Sepertiga): Diberikan kepada ibu jika pewaris tidak memiliki anak dan ayah, atau kepada saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu (bersama).
  • 1/6 (Seperenam): Diberikan kepada ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki seibu, atau saudara perempuan seibu (jika hanya satu).

2. Ahli Waris 'Ashabah (Penerima Sisa Harta)

'Ashabah adalah ahli waris yang berhak menerima sisa harta warisan setelah bagian para Dzawil Furudl dibagikan. Jika tidak ada sisa harta, maka mereka tidak mendapatkan apa-apa. Ahli waris 'ashabah adalah kerabat laki-laki yang memiliki hubungan nasab langsung ke pewaris (ayah, kakek, saudara laki-laki, anak laki-laki, paman, keponakan laki-laki, dst.). Dalam beberapa kasus, ada juga 'ashabah karena hubungan perkawinan atau pembebasan budak (namun ini jarang terjadi di era modern).

Prinsip Dasar Pembagian Harta

Prinsip utama dalam pembagian harta pusaka adalah 'awl (penambahan pembilang)' dan 'radd (pengembalian sisa)'. 'Awl terjadi ketika jumlah bagian yang seharusnya diterima oleh Dzawil Furudl melebihi total harta yang tersedia, sehingga pembilang dari pecahannya dinaikkan agar sesuai. Sebaliknya, 'radd terjadi ketika setelah dibagikan kepada Dzawil Furudl masih ada sisa harta, dan sisa tersebut dikembalikan kepada mereka (kecuali kepada suami/istri) sesuai proporsi masing-masing.

Selain itu, ada kaidah umum bahwa anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat bagian anak perempuan. Ini merupakan prinsip yang sering menimbulkan pertanyaan, namun memiliki landasan hikmah yang mendalam dalam Islam, terutama terkait tanggung jawab nafkah dan pemeliharaan keluarga yang lebih besar dibebankan kepada laki-laki.

Penutup

Pembagian harta pusaka menurut Islam adalah sistem yang komprehensif dan adil, dirancang untuk memberikan ketenangan bagi yang meninggal dan keadilan bagi yang ditinggalkan. Mempelajari dan mengamalkan aturan ini adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan upaya menjaga keharmonisan keluarga serta masyarakat.

🏠 Homepage