Peristiwa Agung Setelah Turunnya Surah An-Nasr
Dalam samudra wahyu Al-Qur'an, setiap surah memiliki keunikan dan pesan tersendiri. Namun, ada satu surah yang sangat singkat, hanya terdiri dari tiga ayat, tetapi membawa bobot makna yang luar biasa besar. Surah itu adalah Surah An-Nasr, surah ke-110 dalam urutan mushaf. Meskipun pendek, surah ini menjadi penanda sebuah era baru, sebuah kulminasi dari perjuangan panjang, sekaligus sebuah isyarat perpisahan yang mengharukan. Memahami apa yang terjadi setelah turunnya surah ini adalah menyelami salah satu momen paling penting dan emosional dalam sejarah Islam.
Surah An-Nasr, yang berarti "Pertolongan", turun di Madinah setelah peristiwa besar Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah). Surah ini tidak hanya berbicara tentang kemenangan militer, tetapi juga kemenangan spiritual yang jauh lebih agung. Ia merangkum esensi dari dakwah Nabi Muhammad SAW selama lebih dari dua dekade: perjuangan, kesabaran, pertolongan ilahi, dan hasil akhir yang gemilang.
Konteks Turunnya Wahyu: Kemenangan yang Dijanjikan
Untuk memahami dampak dari Surah An-Nasr, kita harus kembali ke latar belakang historisnya. Selama bertahun-tahun, kaum Muslimin di Makkah mengalami penindasan, penyiksaan, dan pengusiran. Puncak dari penderitaan ini adalah hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya ke Madinah. Namun, janji Allah SWT selalu menyertai mereka, janji bahwa kebenaran pada akhirnya akan menang.
Perjanjian Hudaibiyah, meskipun pada awalnya tampak merugikan kaum Muslimin, ternyata menjadi kunci pembuka kemenangan. Perjanjian ini memberikan jeda dari peperangan dan memungkinkan dakwah Islam menyebar dengan lebih leluasa. Pelanggaran perjanjian oleh kaum Quraisy menjadi pemicu bagi Nabi Muhammad SAW untuk memobilisasi pasukan terbesar yang pernah ada saat itu, bergerak menuju Makkah. Namun, ini bukanlah pergerakan untuk balas dendam, melainkan untuk pembebasan.
Fathu Makkah terjadi hampir tanpa pertumpahan darah. Nabi Muhammad SAW memasuki kota kelahirannya, tempat di mana beliau dulu dianiaya, dengan kepala tertunduk penuh kerendahan hati. Beliau memaafkan musuh-musuh lamanya, membersihkan Ka'bah dari berhala-berhala, dan mengembalikan rumah suci itu kepada fungsinya yang murni: untuk menyembah Allah Yang Maha Esa. Inilah konteks kemenangan gemilang yang menjadi latar turunnya Surah An-Nasr.
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."
Analisis Mendalam Ayat Demi Ayat
Setiap kata dalam Surah An-Nasr memiliki kedalaman makna yang perlu direnungkan. Surah ini bukan sekadar laporan kemenangan, melainkan sebuah pedoman sikap bagi seorang hamba di puncak kejayaannya.
Ayat 1: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan"
Ayat pertama ini secara lugas mengaitkan dua konsep: Nasrullah (Pertolongan Allah) dan Al-Fath (Kemenangan/Penaklukan). Urutan ini sangat penting. Kemenangan (Al-Fath) tidak akan pernah terjadi tanpa pertolongan dari Allah (Nasrullah). Ini adalah penegasan fundamental dalam akidah Islam: bahwa segala daya dan upaya manusia hanyalah sarana, sedangkan hasil akhir mutlak berada di tangan Allah. Kaum Muslimin tidak menang karena jumlah mereka yang besar atau strategi mereka yang brilian semata, tetapi karena Allah menolong mereka.
Kata "jā'a" (telah datang) menggunakan bentuk kata kerja lampau, menandakan sesuatu yang sudah atau pasti terjadi. Ini memberikan kepastian dan ketegasan bahwa janji Allah itu nyata. Bagi para sahabat yang telah berjuang selama puluhan tahun, ayat ini adalah validasi ilahi atas kesabaran dan pengorbanan mereka. Pertolongan itu bukan lagi sekadar harapan, tetapi sebuah realitas yang mereka saksikan dengan mata kepala sendiri.
Al-Fath secara spesifik merujuk pada Fathu Makkah. Namun, para mufasir juga mengartikannya secara lebih luas sebagai "pembukaan". Bukan hanya pembukaan gerbang kota Makkah, tetapi juga pembukaan hati manusia untuk menerima kebenaran, pembukaan jalan bagi dakwah Islam ke seluruh penjuru Jazirah Arab, dan pembukaan lembaran baru dalam sejarah peradaban manusia.
Ayat 2: "Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah"
Ini adalah buah dari pertolongan dan kemenangan tersebut. Sebelum Fathu Makkah, banyak suku dan kabilah di Jazirah Arab yang bersikap menunggu. Mereka melihat perseteruan antara kaum Muslimin di Madinah dan kaum Quraisy di Makkah sebagai pertarungan dua kekuatan besar. Mereka berpikir, "Biarkan Muhammad dan kaumnya (Quraisy) berperang. Siapa pun yang menang, dialah yang berada di atas kebenaran."
Ketika Makkah, pusat spiritual dan kekuatan Arab, takluk di bawah panji Islam dengan cara yang damai dan penuh pengampunan, keraguan mereka sirna. Mereka menyaksikan kekuatan moral dan spiritual Islam yang jauh melampaui kekuatan militer. Mereka melihat akhlak mulia Nabi Muhammad SAW yang memaafkan mereka yang pernah mencoba membunuhnya. Pemandangan ini menjadi bukti yang tak terbantahkan.
Akibatnya, terjadilah apa yang digambarkan oleh ayat ini: manusia datang "afwājā", yang berarti dalam rombongan besar, bergelombang, atau berbondong-bondong. Delegasi dari berbagai suku datang ke Madinah untuk menyatakan keislaman mereka. Periode ini dikenal sebagai 'Am al-Wufud (Tahun Delegasi). Islam tidak lagi menyebar secara individual, tetapi secara komunal. Ini adalah puncak dari misi kenabian Rasulullah SAW: menyatukan bangsa Arab yang tadinya terpecah belah oleh kesukuan dan penyembahan berhala di bawah satu kalimat tauhid, Lā ilāha illallāh.
Ayat 3: "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."
Inilah inti dari surah ini dan pelajaran terbesarnya. Di saat euforia kemenangan mencapai puncaknya, saat kekuasaan berada di genggaman, perintah yang turun bukanlah untuk berpesta pora atau berbangga diri. Perintahnya justru bersifat introspektif dan spiritual: tasbih, tahmid, dan istighfar.
- Fasabbiḥ (Maka bertasbihlah): Tasbih berarti menyucikan Allah dari segala kekurangan. Dalam konteks ini, artinya adalah menyucikan kemenangan ini dari campur tangan kekuatan selain Allah. Kemenangan ini murni karena kehendak dan pertolongan-Nya. Dengan bertasbih, seorang hamba menafikan andil dirinya sendiri dan mengembalikan segala pujian hanya kepada Sang Pencipta. Ini adalah obat penawar paling mujarab untuk penyakit hati yang paling berbahaya: kesombongan.
- Biḥamdi Rabbika (dengan memuji Tuhanmu): Tahmid adalah pengakuan atas segala nikmat dan karunia Allah. Setelah menyucikan Allah (tasbih), seorang hamba kemudian memuji-Nya (tahmid). Ini adalah ekspresi rasa syukur yang mendalam. Syukur atas nikmat iman, nikmat kemenangan, nikmat hidayah yang diterima oleh banyak orang, dan nikmat terpenuhinya janji-janji-Nya.
- Wastagfirh (dan mohonlah ampunan kepada-Nya): Ini adalah bagian yang paling menyentuh dan paling dalam maknanya. Mengapa di puncak kesuksesan diperintahkan untuk memohon ampun? Para ulama menjelaskan beberapa hikmah:
- Untuk memohon ampun atas segala kekurangan dan kelalaian yang mungkin terjadi selama proses perjuangan panjang. Tidak ada manusia yang sempurna, bahkan seorang Nabi sekalipun senantiasa merasa kurang dalam menunaikan hak-hak Allah.
- Sebagai penangkal potensi munculnya rasa ujub (bangga diri) atau takabur (sombong) yang bisa menyelinap ke dalam hati saat meraih kemenangan. Istighfar adalah pengingat bahwa kita adalah hamba yang lemah dan penuh dosa, yang senantiasa membutuhkan ampunan-Nya.
- Sebagai isyarat bahwa tugas dan misi utama telah selesai. Dalam siklus kehidupan, penyelesaian sebuah tugas besar seringkali menandakan bahwa akhir dari sebuah perjalanan sudah dekat. Inilah makna tersembunyi yang ditangkap oleh para sahabat cerdas.
Ayat ini ditutup dengan kalimat "innahū kāna tawwābā" (Sungguh, Dia Maha Penerima tobat). Ini adalah sebuah penegasan yang menenangkan hati. Pintu ampunan Allah selalu terbuka lebar bagi hamba-hamba-Nya yang tulus kembali kepada-Nya, tidak peduli seberapa besar pencapaian atau kegagalan mereka di dunia.
Isyarat Perpisahan: Makna Tersembunyi di Balik Kemenangan
Bagi kebanyakan orang, Surah An-Nasr adalah kabar gembira tentang kemenangan. Namun, bagi mereka yang memiliki pemahaman mendalam, seperti Ibnu Abbas RA, surah ini membawa berita lain yang lebih personal dan mengharukan: dekatnya waktu wafat Rasulullah SAW.
Diriwayatkan dalam sebuah hadis sahih, Umar bin Khattab RA pernah mengumpulkan para sahabat senior dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Beliau juga mengundang Ibnu Abbas yang saat itu masih sangat muda. Beberapa sahabat senior bertanya mengapa seorang pemuda seperti Ibnu Abbas diikutsertakan dalam majelis mereka. Umar RA kemudian bertanya kepada mereka semua, "Apa pendapat kalian tentang surah 'Idza jaa-a nashrullahi wal fath'?"
Sebagian dari mereka menjawab, "Allah memerintahkan kita untuk memuji-Nya dan memohon ampunan kepada-Nya ketika Dia memberikan kita pertolongan dan kemenangan." Sebagian lagi diam tidak berkomentar.
Kemudian Umar RA bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah begitu juga pendapatmu, wahai Ibnu Abbas?" Ibnu Abbas menjawab, "Tidak." Umar berkata, "Lalu apa pendapatmu?"
"Itu adalah pertanda ajal Rasulullah SAW yang Allah beritahukan kepada beliau. Allah berfirman (yang artinya), 'Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,' yang mana itu adalah tanda ajalmu (wahai Muhammad). 'Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat'."
Mendengar jawaban itu, Umar bin Khattab RA berkata, "Demi Allah, aku tidak mengetahui dari surah ini kecuali apa yang engkau ketahui."
Logikanya sederhana namun sangat dalam. Misi utama seorang nabi adalah menyampaikan risalah. Ketika risalah itu telah sempurna, diterima secara luas oleh umat manusia (ditandai dengan orang-orang masuk Islam berbondong-bondong), dan kebenaran telah menang atas kebatilan, maka tugas sang nabi di dunia telah paripurna. Seperti seorang pekerja yang telah menyelesaikan proyek besarnya, maka sudah tiba waktunya bagi ia untuk kembali kepada Sang Pemberi Tugas.
Perintah untuk bertasbih, bertahmid, dan beristighfar adalah bentuk persiapan spiritual untuk bertemu dengan Allah SWT. Ini adalah penutup yang paling indah bagi sebuah kehidupan yang penuh dengan perjuangan dan pengabdian.
Perubahan dalam Diri Rasulullah SAW Setelah Surah Ini Turun
Isyarat ini tidak hanya dipahami oleh para sahabat, tetapi yang paling utama, oleh Rasulullah SAW sendiri. Aisyah RA, istri beliau, melaporkan adanya perubahan signifikan dalam ibadah Rasulullah SAW setelah turunnya surah ini.
Aisyah RA berkata, "Rasulullah SAW sering sekali membaca dalam rukuk dan sujudnya: 'Subḥānakallāhumma rabbanā wa biḥamdika, allāhummagfirlī' (Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku). Beliau mengamalkan (perintah dalam) Al-Qur'an (Surah An-Nasr)."
Ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW segera mengimplementasikan perintah dalam surah tersebut. Beliau memperbanyak tasbih, tahmid, dan istighfar, bukan hanya dengan lisan, tetapi juga dalam gerakan salatnya yang paling khusyuk: rukuk dan sujud. Ini adalah manifestasi dari seorang hamba yang sempurna, yang segera menyambut perintah Tuhannya dan mempersiapkan diri untuk perjumpaan agung yang telah dinanti-nantikannya.
Beliau juga semakin sering beriktikaf di masjid pada bulan Ramadan, dan pada Ramadan terakhirnya, beliau beriktikaf selama dua puluh hari, bukan sepuluh hari seperti biasanya. Beliau juga seolah memberikan "pidato perpisahan" dalam Haji Wada' (Haji Perpisahan), di mana beliau menyampaikan pesan-pesan universal terakhirnya kepada ratusan ribu umat manusia, seakan-akan berkata, "Mungkin aku tidak akan bertemu kalian lagi setelah tahun ini."
Pelajaran Abadi dari Surah An-Nasr untuk Kehidupan Kita
Meskipun Surah An-Nasr turun dalam konteks sejarah yang spesifik, pesannya bersifat universal dan abadi. Setiap Muslim, dalam setiap zaman, dapat memetik pelajaran berharga dari surah yang agung ini.
1. Hakikat Kemenangan dan Kesuksesan
Surah ini mengajarkan kita bahwa kesuksesan sejati, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, tidak pernah lepas dari pertolongan Allah. Di tengah budaya yang mengagung-agungkan usaha pribadi, kecerdasan, dan strategi, An-Nasr mengingatkan kita untuk selalu menyandarkan harapan dan hasil akhir kepada Allah. Ini menumbuhkan sikap tawakal yang benar: berusaha sekuat tenaga, lalu menyerahkan hasilnya kepada Yang Maha Kuasa.
Ketika kita berhasil dalam studi, karier, bisnis, atau proyek dakwah, ayat pertama mengingatkan kita: "Ini bukan semata-mata karena kehebatanku, tetapi karena Nasrullah, pertolongan Allah, telah datang." Kesadaran ini akan melindungi kita dari sifat sombong dan membuat kita lebih bersyukur.
2. Sikap yang Benar di Puncak Kejayaan
Pelajaran terbesar terletak pada ayat ketiga. Dunia modern mengajarkan kita untuk merayakan kesuksesan dengan pesta, pamer, dan berbangga diri. Al-Qur'an mengajarkan jalan yang sebaliknya: kembali kepada Allah dengan kerendahan hati.
- Saat Lulus Ujian: Ucapkan Alhamdulillah, sucikan Allah dari anggapan bahwa kelulusan ini murni karena kecerdasan kita (tasbih), dan mohon ampun atas waktu belajar yang mungkin terbuang atau niat yang kurang lurus (istighfar).
- Saat Mendapat Promosi Jabatan: Bersujud syukurlah, puji Allah atas karunia-Nya (tahmid), sadari bahwa jabatan ini adalah amanah dari-Nya, bukan supremasi diri (tasbih), dan mohon ampun serta pertolongan agar bisa menjalankan amanah dengan adil (istighfar).
- Saat Proyek Dakwah atau Sosial Berhasil: Kembalikan semua keberhasilan kepada Allah, jangan biarkan nama pribadi atau organisasi lebih besar dari tujuan dakwah itu sendiri (tasbih), syukuri hidayah yang Allah berikan kepada banyak orang (tahmid), dan mohon ampun atas segala kekurangan dalam pelaksanaan (istighfar).
Siklus tasbih-tahmid-istighfar ini adalah formula ilahi untuk menjaga hati agar tetap lurus dan bersih di tengah gemerlap kesuksesan duniawi. Ia mengubah setiap pencapaian menjadi tangga untuk lebih dekat kepada Allah, bukan menjadi jurang yang menjauhkan kita dari-Nya.
3. Setiap Puncak Adalah Pertanda Akhir
Makna tersembunyi dari surah ini mengajarkan kita tentang siklus kehidupan. Setiap pencapaian besar dalam hidup kita, seperti lulus kuliah, menikah, memiliki anak, atau mencapai puncak karier, adalah sebuah penanda bahwa satu fase kehidupan telah selesai dan kita selangkah lebih dekat dengan akhir perjalanan kita di dunia.
Kesadaran ini seharusnya tidak membuat kita pesimis, tetapi justru memotivasi kita untuk lebih serius dalam mempersiapkan bekal untuk akhirat. Sebagaimana Rasulullah SAW meningkatkan ibadahnya setelah misinya paripurna, kita pun seharusnya meningkatkan kualitas spiritual kita setiap kali kita berhasil menyelesaikan sebuah "tugas" besar dalam hidup. Jangan sampai kesuksesan duniawi membuat kita lupa bahwa tujuan akhir kita bukanlah di sini, melainkan perjumpaan dengan Rabbul 'Alamin.
4. Pentingnya Komunitas dan Persatuan
Frasa "yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā" menunjukkan kekuatan persatuan dan kebersamaan. Kemenangan Islam tidak hanya dirasakan secara individual, tetapi secara komunal. Ini mengajarkan kita pentingnya menjaga ukhuwah Islamiyah. Ketika umat Islam bersatu, saling mendukung, dan menunjukkan keindahan akhlak Islam dalam interaksi mereka, maka daya tarik Islam akan semakin kuat, dan orang-orang akan lebih mudah menerima kebenarannya, laksana rombongan yang berbondong-bondong memasuki sebuah gerbang yang terbuka lebar.
Kesimpulan: Penutup yang Sempurna
Peristiwa setelah turunnya Surah An-Nasr adalah sebuah epilog yang indah bagi kehidupan Nabi Muhammad SAW yang luar biasa. Surah ini datang sebagai penegasan atas janji Allah, sebagai perayaan atas kemenangan iman, dan sebagai panduan sikap di puncak kejayaan. Namun, di balik semua itu, ia adalah bisikan lembut dari langit yang memberitahu Sang Kekasih bahwa misinya telah tuntas dan tiba saatnya untuk kembali ke haribaan-Nya.
Bagi kita, umatnya, Surah An-Nasr akan selamanya menjadi pengingat. Pengingat bahwa pertolongan Allah itu nyata. Pengingat bahwa kesombongan adalah musuh terbesar di saat menang. Pengingat bahwa puncak kesuksesan duniawi harus dijawab dengan tasbih, tahmid, dan istighfar. Dan yang terpenting, pengingat bahwa setiap "kemenangan" dalam hidup kita adalah sebuah langkah yang membawa kita semakin dekat pada akhir perjalanan, menuju satu-satunya kemenangan sejati: meraih ridha Allah SWT.