Akta Jual Beli (AJB) tanah adalah dokumen legal krusial yang menjadi bukti sah terjadinya peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli. Proses pembuatan AJB harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk memastikan legalitasnya di mata hukum. Jika Anda berencana membeli atau menjual properti, memahami persyaratan yang dibutuhkan adalah langkah pertama yang wajib dilakukan.
Meskipun AJB belum sepenuhnya menggantikan Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai bukti kepemilikan primer, AJB berfungsi sebagai dasar kuat untuk proses pembalikan nama atau pemecahan sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tanpa AJB yang sah, transaksi properti dianggap tidak mengikat secara hukum perdata dan berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Untuk memperlancar proses pembuatan AJB, baik pihak penjual maupun pembeli harus menyiapkan serangkaian dokumen lengkap. Persyaratan ini bertujuan agar PPAT dapat memverifikasi keabsahan identitas para pihak dan legalitas objek tanah tersebut.
Ini adalah bagian terpenting, memastikan tanah yang ditransaksikan bebas sengketa dan memiliki status hukum yang jelas.
Setelah semua dokumen diserahkan kepada PPAT, tahap selanjutnya adalah proses verifikasi. PPAT akan melakukan pengecekan silang data di kantor pertanahan. Verifikasi ini mencakup validitas sertifikat, kesesuaian luas tanah, status kepemilikan, serta memastikan tidak adanya sengketa atau pemblokiran atas tanah tersebut.
Pembuatan AJB tidak bisa dilakukan tanpa melunasi kewajiban perpajakan terkait transaksi properti. Ada dua jenis pajak utama yang harus dibayar oleh masing-masing pihak:
Bukti pembayaran PPh dan BPHTB (dalam bentuk validasi oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Bukti Penerimaan Negara) harus disertakan saat penandatanganan AJB di hadapan PPAT.
Pada hari yang telah ditentukan, penjual dan pembeli akan bertemu di kantor PPAT bersama dengan pihak-pihak terkait (jika ada). PPAT akan membacakan seluruh isi akta untuk memastikan kedua belah pihak memahami seluruh klausul jual beli. Setelah semua sepakat, akta akan ditandatangani. Penandatanganan ini disaksikan oleh PPAT dan biasanya dua orang saksi.
Setelah ditandatangani, AJB akan dibuat dalam rangkap dua (atau lebih jika diperlukan). Satu rangkap disimpan oleh PPAT, dan satu rangkap diserahkan kepada pembeli sebagai bukti kepemilikan sementara sekaligus modal untuk proses balik nama sertifikat di BPN.
Walaupun AJB sudah sah, status kepemilikan resmi di mata negara masih tercatat atas nama penjual lama. Oleh karena itu, pembeli wajib segera mengajukan permohonan pemecahan atau balik nama sertifikat ke kantor BPN setempat, menggunakan AJB sebagai dasar hukumnya. Keterlambatan dalam proses ini dapat menimbulkan risiko, seperti jika penjual lama meninggal dunia atau asetnya diblokir karena masalah hukum lain.