Kisah Agung Nabi Saleh AS: Utusan Pembawa Peringatan
Dalam rentetan sejarah para nabi dan rasul, setiap kisah membawa cahaya petunjuk dan pelajaran abadi bagi umat manusia. Salah satu kisah yang paling monumental dan sarat akan ibrah adalah perjalanan dakwah Nabi Saleh AS. Beliau diutus oleh Allah SWT kepada Kaum Tsamud, sebuah peradaban yang maju namun terjerumus dalam lembah kesombongan dan kemusyrikan. Kisah ini bukan sekadar narasi tentang mukjizat dan azab, melainkan sebuah cermin yang merefleksikan tabiat manusia, konsekuensi dari pembangkangan, dan rahmat Allah yang tak terbatas bagi hamba-Nya yang taat. Nabi Saleh AS adalah utusan yang membawa risalah tauhid murni di tengah kaum yang membanggakan kekuatan fisik dan kemahiran arsitektural mereka.
Kondisi Kaum Tsamud: Peradaban Megah di Lembah Kesesatan
Untuk memahami urgensi diutusnya Nabi Saleh AS, kita perlu menengok kondisi Kaum Tsamud. Mereka adalah keturunan dari Kaum 'Ad yang selamat bersama Nabi Hud AS. Allah menganugerahkan mereka berbagai kenikmatan yang luar biasa. Mereka mendiami suatu wilayah yang dikenal sebagai Al-Hijr, sebuah dataran yang subur di antara Hijaz dan Syam. Tanah mereka dialiri mata air yang melimpah, kebun-kebun kurma yang rimbun, dan lahan pertanian yang menghasilkan panen berlimpah.
Kehebatan Arsitektur dan Kekuatan Fisik
Kaum Tsamud tidak hanya makmur, tetapi juga memiliki keahlian yang tiada duanya pada zaman itu. Mereka dianugerahi kekuatan fisik yang prima dan kecerdasan luar biasa dalam bidang arsitektur dan pahat. Mereka mampu memahat gunung-gunung batu yang kokoh untuk dijadikan istana dan tempat tinggal yang megah, aman, dan indah. Pada musim panas, mereka membangun rumah di dataran rendah yang sejuk, dan pada musim dingin, mereka tinggal di dalam pahatan-pahatan gunung yang hangat. Kemampuan ini menjadi simbol supremasi dan kebanggaan mereka, sebuah pencapaian yang membuat mereka merasa superior dibandingkan bangsa-bangsa lain.
Al-Qur'an mengabadikan kemahiran mereka dalam firman Allah:
"Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin." (QS. Asy-Syu'ara: 149)
Namun, kemegahan fisik ini tidak diimbangi dengan kematangan spiritual. Kemampuan mereka yang luar biasa justru menjadi sumber keangkuhan. Mereka memandang hasil karya mereka sebagai buah dari kekuatan dan kecerdasan mereka semata, melupakan bahwa semua itu adalah anugerah dari Allah SWT, Sang Pencipta. Perasaan jumawa ini secara perlahan mengikis iman mereka.
Penyimpangan Akidah dan Kemusyrikan
Seiring berjalannya waktu dan bergantinya generasi, ajaran tauhid yang diwariskan dari leluhur mereka mulai luntur. Iblis membisikkan kesesatan ke dalam hati mereka. Mereka mulai menciptakan berhala-berhala dari batu, memberinya nama, dan menyembahnya sebagai perantara atau bahkan tuhan selain Allah. Mereka meyakini bahwa patung-patung tak bernyawa itu dapat mendatangkan manfaat dan menolak mudarat. Praktik syirik ini telah mendarah daging dalam kehidupan sosial dan ritual mereka. Kemakmuran yang mereka nikmati dianggap sebagai berkah dari berhala-berhala tersebut, bukan dari Allah Yang Maha Esa. Inilah titik kritis yang menyebabkan Allah SWT mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri untuk meluruskan jalan mereka.
Diutusnya Nabi Saleh AS: Cahaya di Tengah Kegelapan
Di tengah masyarakat yang tenggelam dalam kemewahan duniawi dan kegelapan syirik, lahirlah seorang pemuda bernama Saleh. Beliau berasal dari keluarga terpandang di kalangan Kaum Tsamud. Sejak muda, Nabi Saleh AS dikenal sebagai pribadi yang luhur. Beliau memiliki kecerdasan yang tajam, tutur kata yang bijaksana, kejujuran yang tak tercela, dan akhlak yang mulia. Karena sifat-sifatnya ini, beliau sangat dihormati dan disegani oleh kaumnya. Mereka bahkan menaruh harapan besar padanya untuk menjadi pemimpin mereka di masa depan.
Awal Mula Dakwah dan Seruan Tauhid
Ketika usianya telah matang, Allah SWT mengangkatnya menjadi seorang nabi dan rasul. Nabi Saleh AS menerima wahyu untuk mengajak kaumnya kembali ke jalan yang lurus. Misi utamanya adalah menegakkan kembali kalimat tauhid. Beliau memulai dakwahnya dengan lembut dan penuh hikmah. Beliau mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat Allah yang tak terhingga.
Seruan inti dakwah Nabi Saleh AS terangkum dalam firman Allah:
"Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Saleh. Ia berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu...'" (QS. Al-A'raf: 73)
Beliau menjelaskan bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak disembah. Dialah yang telah menciptakan mereka, memberikan mereka kekuatan, keahlian, tanah yang subur, dan segala kenikmatan hidup. Beliau mengajak mereka untuk meninggalkan penyembahan berhala yang tidak bisa memberi manfaat atau mudarat sedikit pun. Nabi Saleh AS adalah utusan yang diperintahkan untuk memurnikan kembali akidah kaumnya.
Reaksi Kaum Tsamud: Dari Keterkejutan Menjadi Penolakan
Dakwah Nabi Saleh AS mengejutkan kaumnya, terutama para pemuka dan bangsawan. Mereka tidak menyangka bahwa sosok yang selama ini mereka hormati dan harapkan akan membawa ajaran yang bertentangan dengan tradisi nenek moyang. Reaksi mereka pun beragam, namun mayoritas menolaknya dengan keras.
Para pemuka kaum yang sombong menjadi penentang utama. Mereka merasa terancam. Ajaran tauhid yang dibawa Nabi Saleh AS berpotensi meruntuhkan status sosial dan kekuasaan mereka yang dibangun di atas sistem kepercayaan syirik. Mereka melancarkan berbagai argumen untuk membantah dakwah Nabi Saleh AS:
- Argumen Tradisi Nenek Moyang: Mereka berkata, "Apakah engkau melarang kami menyembah apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Sesungguhnya kami benar-benar dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap apa yang engkau serukan kepada kami." Argumen ini menunjukkan betapa kuatnya cengkeraman taklid buta dalam masyarakat mereka.
- Serangan Personal: Mereka mencoba merendahkan kredibilitas Nabi Saleh AS. "Sesungguhnya engkau sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan,..." (QS. Hud: 62). Artinya, mereka kecewa karena harapan mereka terhadap Saleh sebagai penerus tradisi justru dihancurkan oleh ajaran barunya. Mereka bahkan menuduhnya sebagai orang yang terkena sihir.
- Keraguan Terhadap Kenabian: Mereka tidak bisa menerima bahwa seorang manusia biasa seperti mereka diangkat menjadi utusan Tuhan. Mereka meragukan status kenabiannya dan meminta bukti yang nyata.
Hanya segelintir orang dari kalangan yang lemah dan tertindas yang beriman kepada Nabi Saleh AS. Mereka adalah orang-orang yang hatinya bersih dan tidak terikat oleh kesombongan dan kepentingan duniawi. Namun, jumlah mereka sangat sedikit dibandingkan mayoritas kaum yang tetap berada dalam kekafiran.
Mukjizat Unta Betina: Ujian Nyata dari Allah
Penolakan yang terus-menerus membuat para pemuka Kaum Tsamud semakin congkak. Mereka merasa di atas angin dan ingin membuktikan bahwa Nabi Saleh AS adalah seorang pendusta. Suatu hari, mereka berkumpul dan menantang Nabi Saleh AS untuk menunjukkan sebuah mukjizat yang tidak masuk akal sebagai bukti kebenarannya.
Tantangan yang Penuh Kesombongan
Mereka menunjuk sebuah batu besar yang kokoh (dalam beberapa riwayat disebut sebagai sebuah bukit batu) dan berkata, "Wahai Saleh, jika engkau benar seorang utusan Tuhan, mintalah kepada Tuhanmu agar mengeluarkan seekor unta betina dari batu besar ini. Unta itu harus bunting sepuluh bulan, bertubuh tinggi besar, dan memiliki ciri-ciri spesifik yang kami inginkan."
Tantangan ini mereka ajukan bukan karena ingin mencari kebenaran, melainkan untuk mempermalukan Nabi Saleh AS. Mereka yakin permintaan mustahil itu tidak akan pernah terwujud. Nabi Saleh AS menerima tantangan tersebut. Sebelum berdoa, beliau mengambil janji dari mereka. "Jika Allah mengabulkan permintaan kalian, apakah kalian akan beriman kepada-Nya dan mengikutiku?" Dengan penuh keyakinan, mereka serempak menjawab, "Ya, kami akan beriman."
Lahirnya Mukjizat yang Menakjubkan
Nabi Saleh AS kemudian menunaikan shalat dan berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT, memohon agar permintaan kaumnya dikabulkan sebagai bukti kebesaran-Nya. Seketika, atas izin Allah, terjadilah peristiwa yang luar biasa. Batu besar yang mereka tunjuk itu bergetar hebat, mengeluarkan suara gemuruh, lalu terbelah. Dari dalam belahan batu itu, keluarlah seekor unta betina yang sangat besar dan persis seperti yang mereka gambarkan. Unta itu kemudian melahirkan anaknya di hadapan mereka semua.
Seluruh Kaum Tsamud yang hadir terperangah. Mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri sebuah keajaiban yang melampaui batas nalar manusia. Sebagian kecil dari mereka yang hatinya masih memiliki sisa kebaikan langsung menyatakan keimanannya. Namun, mayoritas dari para pemuka kaum itu, meskipun telah melihat bukti yang tak terbantahkan, hati mereka telah tertutup oleh kesombongan. Mereka menyebutnya sebagai sihir yang nyata, sebuah dalih klasik para penentang kebenaran.
Ujian Hidup Bersama Unta Allah
Unta tersebut bukan sekadar mukjizat, tetapi juga menjadi ujian bagi Kaum Tsamud. Nabi Saleh AS menyampaikan aturan dari Allah terkait unta tersebut, yang disebut sebagai "Naqatullah" (Unta Allah).
"Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang nyata) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat." (QS. Hud: 64)
Aturan yang ditetapkan adalah pembagian sumber air. Unta tersebut memiliki hak untuk minum dari sumber air mereka selama satu hari penuh, dan pada hari berikutnya, giliran Kaum Tsamud beserta ternak mereka yang boleh minum. Sebagai gantinya, pada hari giliran unta itu minum, ia menghasilkan susu yang sangat melimpah, cukup untuk diminum oleh seluruh penduduk. Ini adalah rahmat sekaligus ujian kesabaran dan ketaatan bagi mereka.
Konspirasi Jahat dan Puncak Pembangkangan
Keberadaan unta tersebut menjadi pengingat harian akan kebenaran risalah Nabi Saleh AS. Setiap kali mereka melihat unta itu, mereka teringat akan janji mereka untuk beriman. Hal ini membuat para pembesar kaum kafir merasa gerah dan tidak nyaman. Mereka tidak tahan melihat simbol kebenaran itu berkeliaran di tengah-tengah mereka. Susu yang melimpah dari unta itu tidak mampu melunakkan hati mereka yang telah membatu.
Rencana Busuk Sembilan Pembuat Kerusakan
Di antara Kaum Tsamud, ada sekelompok orang yang menjadi provokator utama. Al-Qur'an menyebut mereka sebagai "sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan." (QS. An-Naml: 48). Kelompok ini, yang dipimpin oleh orang-orang paling jahat, mulai menghasut penduduk untuk menyingkirkan unta tersebut. Mereka menyebarkan desas-desus bahwa unta itu telah membuat ternak mereka kurus dan sumber air mereka berkurang.
Setelah hasutan mereka mendapat dukungan luas dari masyarakat yang juga enggan taat, mereka merencanakan sebuah konspirasi keji. Mereka mencari eksekutor untuk membunuh unta mukjizat itu. Muncullah dua orang yang paling celaka di antara mereka, salah satunya bernama Qudar bin Salif. Dengan dukungan dari para wanita kaya yang menjanjikan hadiah, Qudar dan temannya memberanikan diri untuk melaksanakan rencana terkutuk itu.
Terbunuhnya Unta Allah
Pada hari yang telah ditentukan, kelompok pembangkang itu mengintai unta tersebut saat ia hendak minum. Qudar bin Salif mengambil panah dan melukai kaki unta itu hingga ia terjatuh. Kemudian, dengan pedangnya, ia menebas dan membunuh unta tersebut. Mereka melakukannya dengan sorak-sorai kemenangan, seolah-olah telah mengalahkan musuh besar. Mereka merasa telah bebas dari "gangguan" unta itu dan telah membuktikan bahwa ancaman Nabi Saleh AS hanyalah omong kosong.
Dengan penuh keangkuhan, mereka mendatangi Nabi Saleh AS dan berkata:
"Mereka membunuh unta itu, dan mereka berkata: 'Hai Saleh, datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar'." (QS. Al-A'raf: 77)
Tindakan mereka membunuh unta itu bukan sekadar membunuh seekor binatang. Itu adalah deklarasi perang terbuka terhadap Allah SWT. Mereka telah dengan sengaja menghancurkan bukti nyata dari Tuhan mereka dan menantang datangnya azab. Ini adalah puncak dari pembangkangan dan kesombongan mereka.
Azab yang Menghancurkan dan Akhir Kaum Tsamud
Melihat perbuatan kaumnya yang telah melampaui batas, Nabi Saleh AS dengan hati yang sedih memberikan peringatan terakhir. Beliau tahu bahwa pintu ampunan hampir tertutup bagi mereka karena kejahatan yang mereka lakukan secara kolektif.
Ultimatum Tiga Hari
Nabi Saleh AS berkata kepada mereka, "Bersenang-senanglah kamu di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan." (QS. Hud: 65). Ini adalah tenggat waktu dari Allah, sebuah kesempatan terakhir yang sangat singkat bagi siapa pun yang ingin bertaubat, sekaligus menjadi penanda datangnya azab yang pasti.
Selama tiga hari itu, tanda-tanda kebinasaan mulai tampak pada mereka. Diriwayatkan bahwa pada hari pertama, wajah mereka berubah menjadi kuning pucat. Pada hari kedua, wajah mereka memerah. Dan pada hari ketiga, wajah mereka menghitam legam. Ketakutan mulai menyelimuti mereka, namun kesombongan masih menghalangi mereka untuk memohon ampun.
Bahkan dalam masa penantian itu, sembilan pembuat kerusakan tersebut masih merencanakan kejahatan. Mereka berencana untuk membunuh Nabi Saleh AS dan keluarganya di malam hari, lalu berpura-pura tidak tahu menahu. Namun, Allah Maha Mengetahui rencana licik mereka. Allah melindungi nabi-Nya dan menggagalkan makar mereka dengan azab yang datang lebih cepat.
Suara Menggelegar yang Membinasakan
Pada pagi hari keempat, saat matahari mulai terbit, datanglah azab Allah yang mengerikan. Azab itu datang dalam bentuk suara yang dahsyat dan menggelegar dari langit (As-Saihah) yang disertai dengan gempa bumi yang hebat (Ar-Rajfah).
Al-Qur'an menggambarkannya dengan sangat jelas:
"Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di tempat tinggal mereka. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu." (QS. Hud: 67-68)
Suara itu begitu keras hingga memecahkan jantung mereka di dalam dada. Gempa bumi itu meruntuhkan istana-istana megah yang mereka pahat di gunung-gunung. Dalam sekejap, peradaban yang mereka banggakan hancur lebur. Tidak ada kekuatan fisik, kekayaan, atau bangunan kokoh yang dapat melindungi mereka dari ketetapan Allah. Mereka semua mati di rumah mereka sendiri, menjadi mayat-mayat yang bergelimpangan.
Adapun Nabi Saleh AS dan orang-orang yang beriman bersamanya, Allah telah menyelamatkan mereka. Mereka telah diperintahkan untuk meninggalkan negeri itu sebelum azab tiba. Setelah kehancuran kaumnya, Nabi Saleh AS menatap puing-puing peradaban yang sombong itu dengan penuh kesedihan dan berkata, "Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat." (QS. Al-A'raf: 79).
Pelajaran Abadi dari Kisah Nabi Saleh AS
Kisah Nabi Saleh AS dan Kaum Tsamud bukanlah sekadar dongeng masa lalu. Ia adalah sumber pelajaran yang tak lekang oleh waktu, relevan bagi setiap generasi hingga akhir zaman. Berikut adalah beberapa ibrah (pelajaran) penting yang dapat kita petik:
- Bahaya Kesombongan dan Meremehkan Nikmat: Kaum Tsamud dibinasakan bukan karena mereka miskin atau bodoh, tetapi karena mereka sombong. Mereka membanggakan kekuatan, keahlian, dan kemakmuran mereka, lalu melupakan Sang Pemberi Nikmat. Ini adalah peringatan bahwa setiap kelebihan yang kita miliki adalah ujian, bukan alasan untuk menjadi angkuh.
- Istidraj: Kenikmatan yang Melenakan: Kemewahan yang dinikmati Kaum Tsamud dalam keadaan bermaksiat adalah bentuk istidraj, yaitu kenikmatan yang diberikan Allah untuk membuat mereka semakin jauh dari-Nya, hingga akhirnya mereka dibinasakan dalam kondisi terburuk. Ini mengajarkan kita untuk selalu waspada dan bersyukur, jangan sampai nikmat dunia membuat kita lalai dari akhirat.
- Kebenaran Mutlak Ada pada Risalah Ilahi, Bukan Tradisi: Argumen utama Kaum Tsamud adalah tradisi nenek moyang. Mereka menolak kebenaran hanya karena berbeda dengan apa yang sudah biasa dilakukan. Kisah ini mengajarkan pentingnya menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai standar kebenaran, bukan sekadar adat atau kebiasaan.
- Konsekuensi Dosa Kolektif: Meskipun yang membunuh unta hanya beberapa orang, azab menimpa seluruh kaum (kecuali yang beriman). Ini karena mayoritas dari mereka meridhai perbuatan tersebut, mendukungnya, atau setidaknya diam dan tidak mencegah kemungkaran. Ini menunjukkan betapa berbahayanya sikap apatis terhadap kemaksiatan di tengah masyarakat.
- Mukjizat sebagai Ujian, Bukan Tontonan: Mukjizat unta betina adalah hujjah (argumen) yang mematahkan alasan mereka. Namun, ia juga menjadi ujian ketaatan. Ketika mereka gagal dalam ujian tersebut dengan membunuhnya, mereka telah menandatangani surat kebinasaan mereka sendiri.
- Kesabaran Seorang Da'i: Nabi Saleh AS menunjukkan kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi cemoohan, tuduhan, dan penolakan selama bertahun-tahun. Beliau tidak pernah berhenti menyampaikan risalah Allah hingga datangnya keputusan akhir dari-Nya.
- Janji Perlindungan Allah bagi Orang Beriman: Di tengah azab yang membinasakan, Allah selalu menyelamatkan para utusan-Nya dan pengikut mereka yang setia. Ini adalah janji yang pasti bahwa pertolongan Allah akan selalu menyertai orang-orang yang berada di jalan kebenaran.
Kisah ini menegaskan sebuah kebenaran fundamental: Nabi Saleh AS adalah utusan sejati yang telah menunaikan tugasnya dengan sempurna. Kehancuran Kaum Tsamud adalah akibat dari pilihan mereka sendiri untuk menolak petunjuk dan menantang kekuasaan Allah SWT. Semoga kita dapat mengambil pelajaran berharga dari kisah ini, senantiasa menjadi hamba yang bersyukur, rendah hati, dan taat pada perintah-Nya, serta menjauhkan diri dari sifat sombong yang telah membinasakan umat-umat terdahulu.